TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menolak eksepsi atau nota pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa penguasaan senjata api Habil Marati.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 10 Oktober 2019, Jaksa Fahtoni mengatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara yang menjerat Habil. Alasannya, kasus tersebut berawal dari penangkapan tersangka Helmi Kurniawan alias Iwan di Hotel Megaria Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut Fahtoni, dakwaan secara rinci menjelaskan peran masing-masing terdakwa, termasuk Habil, mulai dari menyuruh, membantu, mencari, dan membeli senjata api. “Berdasarkan uraian, dakwaan jelas telah memenuhi ketentuan perundang-undangan,” kata Fahtoni.
Ditemui usai sidang, Habil merasa keberatan dengan penjelasan JPU. Menurut dia, jawaban jaksa tak menjelaskan perihal kepemilikan senjata serta uang sebanyak SGD 500 ribu itu.
Habil juga mempersoalkan perihal penangkapan dirinya. “Saya ditangkap 29 Mei tapi jaksa bilang 21 Mei karena Iwan ditangkap 21 Mei. Kenapa disamakan itu udah fatal,” tutur dia.
Habil terseret kasus kepemilikan senjata api ilegal mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen. Jaksa menuding Habil sebagai penyandang dana pembelian senjata api tersebut.
Jaksa pun mendakwa Habil melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam eksepsinya yang dibacakan Kamis, 3 Oktober lalu, Habil Marati mengakui pernah memberikan uang Rp 90 juta untuk Kivlan Zen. Namun dia membantah dana tersebut sengaja diberikan untuk membeli senjata api ilegal seperti yang didakwakan jaksa. “Saya memberikan bantuan pada saksi Kivlan Zen hanya sebesar Rp 90 juta untuk kebutuhan kegiatan," kata Habil saat itu.