TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia didesak membuka data orang-orang yang ditangkap terkait demonstrasi menolak pelemahan KPK dan sejumlah RUU bermasalah pada akhir September lalu. Demonstrasi di DPR RI, Jakarta, merebak hingga ke sejumlah lokasi lain di daerah-daerah.
"Kami mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk membuka data para demonstran korban kekerasan, penangkapan, dan hilang," kata Natado Putrawan dari Aliansi mahasiswa "Border Rakyat" di kantor YLBHI Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu 13 Oktober 2019.
Natado mengatakan keterbukaan data mengenai demonstran terutama yang menjadi korban perlu dilakukan agar dapat didampingi advokat. Tuntutan yang sama juga disuarakan oleh "Solidaritas Emak-Emak" dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan di depan Polda Metro Jaya, Minggu.
Aliansi wanita yang didominasi ibu rumah tangga itu meminta Polda Metro Jaya secara terbuka dan transparan memberikan data tentang mahasiswa dan pelajar yang masih ditahan. Bukan hanya untuk kepentingan pendampingan hukum, keterbukaan juga agar orang tua dan keluarga dapat mengetahui keadaan anaknya.
Hingga saat ini, Polda Metro Jaya masih belum membuka data terkait sejumlah nama demonstran yang ditangkap saat demo berakhir ricuh di kawasan Gedung DPR RI. Polda Metro hanya menyampaikan telah menetapkan total 380 orang sebagai tersangka dalam dangkaian demonstrasi yang berakhir ricuh di area Gedung DPR RI.
Dari jumlah itu sebanyak 179 orang ditahan dan empat di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Tak ada detil identitas keempatnya.