TEMPO.CO, Jakarta - Urban Poor Consortium menyatakan tak ada satu pun janji Anies Baswedan terkait penataan kampung kumuh yang terealisasi meski telah dua tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Koordinator Advokasi UPC, Gugun Muhammad, mengatakan birokrasi di pemerintahan Anies tak berani mengambil terobosan setelah terhalang oleh aturan.
"Soal penataan kampung waktu itu sudah dilakukan comunication action plan. Tapi ternyata hasilnya belum ada yang bisa dilaksanakan," kata Gugun saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2019.
Comunication action plan (CAP) merupakan perencanaan konsep penataan tahap pertama dari program penataan kampung. Tahap selanjutnya adalah collaborative implementation program (CIP), serta program monitoring dan evaluasi.
Ia menuturkan Anies telah menetapkan 21 kampung dalam CAP. Namun, belum ada yang bisa dieksekusi karena terkendala status lahan. "Hanya ada satu kelurahan yang bisa dieksekusi. Itu di Kelurahan Ancol."
UPC, kata dia, menyorot sistem birokrasi pemprov DKI yang menyerah terhadap aturan yang ada. Sehingga, penataan kampung kumuh di ibu kota tidak ada yang berjalan.
Menurut Gugun, sejauh ini pemerintah masih menunggu munculnya program reforma agraria di sektor pertanahan agar bisa memulai penataan kampung. Namun, kata Gugun, hal itu membutuhkan waktu yang lama.
"Antara keinginan gubernur dan masyarakat, saya sorot birokrasinya. Dalam mencari terobosan cenderung menyerah," ujarnya.
Selain itu, implementasi CIP seperti perbaikan infrastruktur lingkungan di kampung yang akan ditata juga belum bisa terealisasikan karena status lahan yang juga dianggap belum jelas. Gugun menyarankan pemerintah harus lebih berani dalam mengimplementasikan janjinya dalam menata kampung di Jakarta.
Menurut Gugun, pemerintah bisa langsung mengeksekusi penataan kampung dengan cara meminta warga untuk membuat surat pertanggungjawaban atas tanah yang tempati, terutama sarana umumnya. "Sarana umum kan sarana dasar ya. Harusnya diberi," ucapnya. "Pemerintah cenderung menunggu. Semua menunggu program. Tidak ada terobosan yang dicari."
Selain itu, masalah air bersih di perkampungan kumuh juga menjadi pekerjaan rumah Anies. Sebab, perkampungan yang dianggap ilegal belum bisa masuk air bersih sampai sekarang.
UPC, kata dia, dari awal telah meminta pemerintah untuk mengalirkan air bersih ke perkampungan tersebut. Namun, pemerintah terkendala Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum. Dalam perda tersebut, perusahaan air tidak bisa mengalirkan air ke kampung yang dianggap ilegal. "Perda itu masih eksis sampai sekarang," ujarnya.
UPC telah mengusulkan untuk merevisi perda tersebut, tetapi belum dilakukan. Untuk membantu air bersih warga di kampung tersebut, akhirnya pemerintah meminta bantuan dari PALYJA untuk pasokan air di sana.
"Tapi cuma dibantu 5 ribu liter. Tak sebanding dengan jumlah warganya," ujarnya.
Bagi warga yang tidak mendapatkan bantuan air bersih tersebut, mereka akhirnya membeli dengan harga yang cukup mahal untuk kebutuhan sehari-harinya. "Bantuan air itu hanya dua kampung saja dan jumlahnya terbatas."
Penataan kampung kumuh memang menjadi salah satu janji Anies Baswedan saat maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Anies saat itu sempat mengkritik cara Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, yang banyak menggusur perkampungan kumuh yang dianggap ilegal.