TEMPO.CO, Bekasi - Yayan, 31 tahun, warga Kabupaten Bekasi memiliki harapan agar Presiden Joko Widodo alias Jokowi tak melupakan daerahnya setelah dilantik kembali menjadi RI 1.
"Ya saya harap mah kalau sekarang sudah dilantik, kami yang di Bekasi jangan dilupain. Jangan waktu kemarin saja pas mau pemilihan pada ke sini. Nantinya jangan sampai dilewatin saja Bekasinya," kata Yayan, Senin, 21 Oktober 2019.
Yayan mengaku menyaksikan langsung saat Jokowi mendatangi Muara Gembong, Kabupaten Bekasi saat presiden membagikan sertifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistemis Lengkap. "Itu enggak cuma bagikan sertifikat, tapi jalan-jalan pakai motor lihat udang. Itu saya sendiri datang, senang. Ya semoga saja nanti juga datang lagi," kata dia.
Pria yang aktif dalam kegiatan sosial ini mengaku masih banyak persoalan Bekasi yang harus diselesaikan melalui peran pemerintah pusat, di antaranya lingkungan hidup dan ketenagakerjaan. "Bekasi itu kawasan industri tapi banyak pengangguran karena justru yang kerja banyak dari luar daerah, ada juga dari luar negeri. Apalagi perusahaan asing yang penginnya yang kerja orang asing juga," kata dia.
Yayan juga meminta Jokowi memerhatikan persoalan lingkungan hidup di Muara Gembong. "Kan Pak Jokowi senangnya ke Muara Gembong, nah di Muara Gembong itu lagi abrasi hebat yang katanya dampak dari pembangunan pulau baru di Jakarta. Ini harusnya ditangani," kata dia.
Berdasarkan catatan, Jokowi memang beberap kali datang ke Kabupaten Bekasi, terutama menjelang Pilpres lalu. Setidaknya enam kali sudah Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Bekasi dalam tiga tahun terakhir. Tiga kunjungan di antaranya dilakukan tahun ini.
Pada 25 Januari, Jokowi mendatangi Cikarang Selatan untuk membagikan sertifikat pada warga Kabupaten Bekasi. Selanjutnya dia meninjau program listrik bagi warga tidak mampu.
Lima hari berselang Jokowi kembali mendatangi Kabupaten Bekasi. Kali ini menyapa warga Muara Gembong dalam rangka panen raya udang vaname. Kemudian pada 3 Maret, Jokowi mendatangi Cikarang Pusat dengan agenda pemecahan rekor MURI jumlah porsi bakso terbanyak.
Koordinator Bidang Edukasi dan Pembinaan Save Mugo, Firman Nur Hasan turut berharap pemerintahan di jilid kedua ini lebih tegas terhadap isu lingkungan. Save Mugo merupakan wadah bagi para aktivis lingkungan yang fokus pada pelestarian alam Muara Gembong.
"Kami berharap ada aksi nyata khusus bagi kerusakan ekosistem di Muara Gembong. Bukan tidak menginginkan pembangunan, hanya saja setiap sentuhan pembangunan itu tidak dibarengi dengan upaya pelestarian lingkungan," kata Firman.
Menurut Firman, seluruh wilayah Muara Gembong seluas 11.000 hektare sebelumnya ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Namun berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 475 Tahun 2005, separuh dari kawasan Muaragembong itu dibuka untuk hutan produksi.
"Sayangnya setelah SK itu, tidak ada pengawasan. Jadi batasan hutan lindung yang mana, terus hutan produksi yang mana itu tidak jelas. Yang ada pembukaan lahan terus-terusan menjadi tambak," kata Firman.
Pembukaan tambak itu bahkan meluas hingga mendekati bibir pantai. Alhasil kondisi itu membuat Muara Gembong kerap dilanda abrasi. Rusaknya kondisi alam Muara Gembong pun dapat terlihat dari makin berkurangnya populasi lutung jawa. "Semula jumlah lutung jawa mencapai ratusan namun kini hanya berjumlah sekitar 40 ekor saja," kata Firman.