TEMPO.CO, Bogor - Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menyatakan akan segera mengevaluasi penerapan perdana sistem 2-1 di Jalur Puncak, Minggu 27 Oktober 2019. Sistem rekayasa lalu lintas itu diuji coba menggantikan yang selama ini berlaku yakni buka tutup atau satu arah.
Dari pengujian hari ini, sistem yang membagi seluruh badan jalan menjadi tiga lajur, yang memungkinkan semua pengendara di kedua arah bisa terus melaju bersama, tak terlihat mampu mengurai kemacetan. Yang terjadi, kedua arah mengalami antrean.
"Terpenting itu kami akomodir kebutuhan masyarakat, baiknya bagaimana? Nanti saya juga ingin dengar testimoni warga selain rapat dengan pemerintah daerahnya," ujar Budi yang ikut memantau uji coba itu di Cisarua, Bogor, Minggu 27 Oktober 2019.
Budi menolak menyatakan sistem baru gagal. Dia menyatakan, uji coba masih akan dilakukan Minggu 3 November mendatang. "Ini kan baru sekali, kita lihat dululah yang nanti," katanya.
Untuk mengatasi masalah kemacetan di Jalur Puncak, menurut Budi, memang butuh banyak solusi dan opsi baru. Terutama, dia menyebutkan, merealisasikan Jalur Puncak II. "Kkan yang ke puncak bukan hanya wisatawan, ada juga warga Cianjur atau Bandung," kata dia.
Pantauan di lokasi uji coba sistem 2-1, kemacetan arah ke Puncak terjadi dari tanjakan Selarong Gadog hingga SPBU Cipayung. Dari SPBU itu hingga simpang Taman Safari terjadi kemacetan di kedua arah. Antrean kendaraan arah Puncak terjadi sejak Pukul 7 dan hingga siang belum terurai.
Seorang pengendara, Fajri (33), warga Cisarua, menilai sistem 2-1 tak lebih baik dari one way. Sistem yang baru, dibandingkannya, malah lebih buruk baginya.
Kalau one way atau buka tutup Jalur Puncak, mobil diam dalam waktu yang ditentukan, sedangkan sistem 2-1 dikeluhkannya membuat mobil terus menyala tapi dengan pergerakan yang sangat lambat. "Jadi tekor ini bensinnya. Saya berharap pemerintah buat kebijakan jangan yang menyusahkanlah," kata Fajri.