TEMPO.CO, Jakarta - Sugianti, guru honorer SMP Negeri 84 Koja, Jakarta Utara, mengaku sempat dijanjikan menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Meskipun janji tersebut belum juga terlaksana hingga saat ini, Sugianti menyatakan semangatnya menjadi PNS DKI belum padam.
"Saya masih ingin menjadi PNS sebenarnya," ujar Sugianti kepada Tempo di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Selasa, 29 Oktober 2019.
Sugianti menceritakan dirinya sempat bertemu dengan Anies setelah memenangkan banding atas gugatannya terhadap surat Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyatakan dia tak memenuhi syarat sebagai PNS DKI Jakarta. Putusan itu dikeluarkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta pada Mei 2017.
Dia meminta kepada Anies agar Dinas Pendidikan DKI tidak melakukan kasasi. Anies disebut Sugianti mengatakan tak mau mengitervensi jajarannya dalam berproses hukum namun berjanji akan membantu proses pengangkatannya sebagai PNS DKI Jakarta jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap.
"Kita tunggu saja Bu. Kalau nanti putusan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) saya bantu," ujar Sugianti menirukan jawaban Anies.
Perempuan berusia 43 tahun itu pun harus kembali ke meja hijau. Dia kembali menang di tingkat kasasi pada Maret 2018. Mahkamah Agung menolak argumen dan bukti yang disodorkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Setelah keluarnya kasasi, Sugianti kembali bertemu Anies Baswedan dengan membawa putusan dari Mahkamah Agung. Usai bertemu Anies, dia mengaku dipanggil oleh jajaran Gubernur DKI Jakarta. Dia beberapa kali diundang oleh Inspektorat DKI bersama Badan Kepegawaian Daerah DKI, Dinas Pendidikan DKI dan kuasa hukum Gubernur DKI Jakarta dan Kepala Sekolah SMP Negeri 84 Jakarta.
"Tujuannya untuk meneruskan proses putusan hukum sehingga pemberkasan bisa dilakukan," kata dia.
Pada Juni 2018, berkas usulan penetapan Nomor Induk Pegawai untuk Sugianti diserahkan oleh BKD DKI kepada Badan Kepegawaian Negara atau BKN Wilayah V. Namun sebulan setelah berkas dikirimkan, BKN memberi jawaban tertulis yang kembali mengecewakannya.
Menurut Sugianti, BKN menyatakan proses pengangkatannya tidak bisa dilakukan lantaran proses penetapan NIP guru honorer sudah berakhir pada November 2015. Dia pun kecewa karena Pemprov DKI Jakarta seakan lepas tangan atas kesalahan yang mereka buat.
"Bahwa proses penetapan NIP guru honorer yang lulus sudah berakhir November 2015. Setelah itu mereka tidak mau bertanggung jawab lagi," kata Sugianti.
Menurut Sugianti, BKN menyatakan bahwa kesalahan dalam proses ini murni berada di tangan BKD DKI. Sugianti mengaku kecewa karena jawaban BKN dinilai tidak mempertimbangkan putusan kasasi MA.
Tidak puas dengan jawaban tertulis BKN Wilayah V, Sugianti mendatangi langsung pejabatnya. Dia diterima oleh Kepala Badan Pengadaan BKN Wilayah V saat itu.
"Secara lisan, dia bilang BKD DKI hanya mengirimkan berkas usulan tanpa disertai formasi kebutuhan PNS," ujar Sugianti.
Menurut Sugianti, pejabat BKN itu menyatakan bahwa seharusnya BKD juga mengirimkan formasi kebutuhan PNS pada tahun berlangsung untuk meminta persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Kemenpan RB.
Mendengar jawaban dari pejabat BKN Wilayah V itu, Sugianti berangkat ke Kementerian untuk meminta konfirmasi. Dia bertemu Kepala Bidang Pengadaan Kemenpan RB. Jawaban Kementerian menurut Sugianti mirip dengan yang disampaikan BKN Wilayah V.
"Kata dia, seharusnya yang datang menghadap ke kami itu bukan Ibu, tapi dari intansi ke intansi. Harusnya BKD mengirimkan surat ke kami," ujar Sugianti menirukan jawaban pejabat Kementerian.
Sugianti lantas meneruskan informasi yang diterima dari BKN dan Kemenpan RB ke BKD DKI Jakarta. Namun, Sugianti mendapatkan jawaban yang mengecewakan dari bawahan Anies Baswedan itu.
Menurut Sugianti, BKD menyatakan tugas mereka untuk melaksanakan putusan kasasi tersebut sudah selesai dengan menyerahkan berkas ke BKN Wilayah V.
"Lagian yang disampaikan oleh BKN dan Kementerian ke Ibu itu juga secara lisan, tidak bisa menjadi dasar permintaan NIP kembali," ujar Sugianti menirukan pejabat BKD DKI Jakarta yang ditemuinya.
Jengah diperlakukan tak adil, Sugianti lantas memutuskan menggugat perdata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo; Kepala Badan Kepegawaian Nasional V; Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta; dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin kemarin, 28 Oktober 2019. Dia meminta ganti rugi sebesar Rp 5 miliar. Nilai itu dihitung berdasarkan kerugian yang diderita Sugianti sejak 2014 atau sejak dia dinyatakan lolos seleksi calon PNS DKI Jakarta.
"Ini perjuangannya sudah memakan waktu yang lama, biaya yang banyak," kata dia.