TEMPO.CO, Jakarta - Pitra Romadoni, pengacara guru honorer SMP Negeri 84 Koja, Sugianti, menantang Inspektorat DKI Jakarta untuk membuka identitas pelapor yang dijadikan sebagai dasar pembatalan pengangkatan kliennya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Laporan Inspektorat itu dimasukkan dalam surat yang dibuat Dinas pada 30 September 2016.
"Pelapor itu bilang klien kami berpindah-pindah tugas padahal tidak. Ini kan surat kaleng. Seharusnya kalau jelas tunjukkan kepada Sugianti," ujar Pitra saat ditemui Tempo di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Selasa, 29 Oktober 2019.
Dalam suratnya, Dinas Pendidikan menyampaikan hasil laporan Inspektorat DKI yang menyebutkan bahwa Sugianti sempat berpindah-pindah mengajar mulai dari di SMA Negeri 1 Lahat, Sumatera Selatan hingga menjadi guru honorer di SD Negeri Mojokerto sebelum akhirnya bertugas di DKI Jakarta pada 2007. Hal itu membuat Sugianti dianggap tak memenuhi syarat masa kerja minimal satu tahun di lingkungan DKI Jakarta per 31 Desember 2005.
Sugianti mengaku hanya pernah bekerja di SMA Negeri 1 Lahat pada 2002-2005. Namun, sejak 2005 atau saat pemberkasan berlangsung, dia sudah mengajar di SMP Negeri 84 Koja, Jakarta Utara.
Pitra mengatakan bahwa surat Dinas Pendidikan yang menganulir pengangkatan kliennya sebagai PNS tersebut sudah dibatalkan oleh pengadilan. Sugianti memenangkan gugatan dari tingkat pertama hingga kasasi.
Namun, hingga saat ini, menurut dia, Inspektorat DKI Jakarta tak juga membuka siapa pembuat surat kaleng itu.
"Kalau memang ditunjukkan siapa pelapor itu, hari ini juga saya akan pidanakan karena telah memberi keterangan palsu," kata Pitra.
Setelah tidak diangkat juga menjadi PNS walau telah memenangkan kasasi, Sugianti akhirnya menggugat perdata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo; Kepala Badan Kepegawaian Nasional V; Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta; dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dalam gugatannya, Sugianti meminta ganti rugi sebesar Rp 5 miliar. Nilai itu dihitung berdasar kerugian yang diderita Sugianti sejak 2014 atau sejak dia dinyatakan lolos seleksi calon PNS.