TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencurigai adanya perencanaan untuk melakukan korupsi dalam kasus sejumlah anggaran janggal di APBD DKI Jakarta 2020.
"Ini bukti bahwa ada indikasi perencanaan korupsi saat penyusunan APBD DKI," kata Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, melalui pesan singkat Kamis 31 Oktober 2019.
Adapun anggaran yang janggal tersebut di antaranya adalah anggaran pembelian lem aibon yang mencapai Rp 82,8 miliar dan pulpen seharga Rp 123 miliar dalam APBD DKI 2020.
Menurut Misbah, indikasi adanya anggaran yang disiapkan untuk menjadi bancakan diperkuat dari perilaku birokrasi pemerintah daerah yang menutup akses masyarakat terhadap informasi Rancangan KUA-PPAS dan RAPBD 2020.
Selain itu, menurut dia, masuknya sejumlah anggaran janggal tersebut merupakan bukti lemahnya monitoring dan pengendalian dalam penyusunan APBD, baik secara sistem maupun dari pimpinan organisasi perangkat daerah dan gubernurnya.
Padahal, menurut Misbah, dokumen anggaran KUA-PPAS, RAPBD hingga ditetapkan menjadi APBD akan lebih berkualitas bila masyarakat juga dilibatkan mengawasi, mengkritisi, dan memberi masukan.
Sebab, bila dilacak lebih mendalam, kata dia, pasti ditemukan alokasi anggaran yang tidak nyambung antara program, kegiatan, dan komponen kegiatan.
"Di situlah ruang-ruang perencanaan korupsi yang selalu dimainkan oleh birokasi."
Sebelumnya, sejumlah anggaran janggal dalam APBD DKI Jakarta 2020 diungkap oleh Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana. Melalui cuitannya di media sosial twitter, William membongkar anggaran pembelian lem aibon, ballpoint, komputer, server, hingga peringkat penyimpan data pintar (smart storage).
William mendapatkan informasi tersebut dari laman apbd.jakarta.go.id pada 29 Oktober lalu. Namun, tak beberapa lama setelah cuitan William tersebut, rancangan APBD DKI 2020 kembali tak bisa diakses.