TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bekasi memilih turun kelas bila iuran BPJS naik mulai awal tahun depan. Mereka merasa terbebani dengan kenaikan iuran itu.
M. Noval (33) warga Bekang, Desa Cibarusah Jaya, Kecamatan Cibarusah, mengatakan dia keberatan jika harus menanggung biaya iuran yang berlipat ganda. "Ya sangat membebani masyarakat karena masalah rencana kenaikan BPJS ini sudah sangat ramai di pemberitaan media hingga media sosial," katanya, Jumat 1 November 2019.
Sebagai peserta mandiri Kelas I, Noval mengatakan saat ini ia bersama istri dan satu buah hatinya membayar Rp240 ribu per bulan. Jika tetap memaksakan menjadi peserta Kelas I maka mulai tahun depan iuran yang harus dibayarnya untuk 3 orang menjadi Rp 480 ribu.
"Ya alternatifnya mau nggak mau harus turun kelas daripada harus membayar iuran sebesar itu tiap bulan," kata dia.
Clara Faradhika (24) asal Desa Sukasari, Kecamatan Serang Baru, juga merasa keberatan dengan kenaikan iuran itu. Meski mendapat subsidi sebagian dari perusahaan tempat suaminya bekerja, Clara menyatakan potongan gaji suaminya akan makin besar.
"Karena kalau naik, potongan gaji suami juga pasti akan lebih besar karena yang terdaftar ada empat anggota keluarga. Saya, suami, dan dua orang anak saya," katanya.
Pemerintah telah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai Januari 2020. Kenaikan iuran itu mencapai dua kali lipat dari tarif saat ini yakni kelas III mandiri dari semula Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan, kelas II mandiri naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, serta kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.
Keputusan iuran BPJS naik ini tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019 lalu.