TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menolak kenaikan upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta menjadi Rp 4,2 juta seperti yang diumumkan Gubernur Anies Baswedan hari ini, Jumat 1 November 2019. Kenaikan sebesar 8,51 persen itu sesuai rekomendasi Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ketua Departemen Bidang Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono mengancam buruh bakal kembali turun ke jalan untuk mendesak DKI mengkaji ulang kenaikan upah tahun depan. "Kami mendesak Gubernur meninjau ulang dengan menetapkan UMP sebesar Rp 4,6 juta," kata Kahar melalui pesan singkat, Jumat 1 November 2019.
Kahar menyatakan buruh juga bakal mendesak Presiden Joko Widodo untuk merevisi PP 78/2015 dan menetapkan UMP/UMK berdasarkan Koefisien Hidup Layak yang sudah ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. "Per 1 November ini adalah penetapan UMP. Nanti per 20 November adalah penetapan UMK. Kami akan turun kembali karena pemerintah masih mengacu PP 78," katanya.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos juga mengungkap kekecewaan terhadap keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. "Kami akan diskusikan kembali keputusan kenaikan gaji di DKI yang telah diumumkan hari ini," kata Nining.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan kenaikan UMP DKI 2020 sebesar Rp 335.776. Dengan kenaikan tersebut UMP DKI tahun depan menjadi Rp 4.276.349 atau naik 8,51 persen dari upah minimum tahun ini Rp 3.940.000.
Gubernur Anies Baswedan mengatakan kenaikan upah di ibu kota bakal diimbangi dengan insentif khusus dari Pemerintah DKI kepada buruh yang gajinya setara UMP hingga lebih 10 persen di atasnya. Dia menunjuk adanya Kartu Pekerja DKI yang memungkinkan penggenggamnya mendapatkan subsidi mulai dari kebutuhan transportasi hingga kebutuhan pokok sehari-hari.
"Jadi selain kenaikan gaji, kami membantu mengurangi belanja kebutuhan mereka dengan subsidi," kata Anies Baswedan.