TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan pulau reklamasi, terutama Pulau D memperburuk pencemaran timbal di Teluk Jakarta. Sebab, timbal yang terbawa ke perairan justru mengambang di permukaan air, bukan mengalir ke hilir.
"Analisis kami Pulau D telah menghalangi proses pembilasan oleh arus laut atas limbah B3, sehingga ditemukan kadar Pb di kolom air perairan sisi timur Pulau D," kata Ahmad saat ditemui di kantornya di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat, 1 November 2019.
Temuan KPBB memperlihatkan, logam berat timbal yang sangat beracun bagi manusia itu telah mencemari muka air Teluk Jakarta di Muara Cengkareng, atau di sisi timur Pulau D. Itu bisa terjadi lantaran timbal dalam air yang seharusnya mengalir ke hilir, seperti perairan di Bekasi atau Tangerang tersumbat karena terhalang pulau reklamasi.
Besaran kandungan timbal di Muara Cengkareng mencapai 0,12 mg/L. Dari 11 titik pengecekan, Ahmad berujar, timbal yang mengambang di atas air hanya ditemukan di perairan Muara Cengkareng.
Padahal, dia menjelaskan, limbah timbal yang masuk ke air biasanya langsung mengendap ke dasar perairan atau disebut proses sedimentasi. "Tapi kalau masih mengambang di air berarti masih terjadi proses pencemaran," ujar dia.
Dampaknya adalah ikan-ikan yang hidup di perairan bakal terpapar kandungan timbal. Menurut Ahmad, akan membahayakan apabila ikan terpapar timbal itu dikonsumsi manusia.
Keracunan timbal dapat memunculkan pelbagai jenis penyakit. Penyakit itu antara lain asma, ISPA, mycosis kulit, radang mata, pergelangan kaki lumpuh, keterbelakangan mental, autis, hingga kematian.
Ahmad mencontohkan korban yang terdampak pencemaran timbal dapat ditemukan di Cinangka, Depok. Menurut dia, sebanyak 21 anak mengalami masalah kesehatan akibat peleburan aki bekas ilegal. Peleburan ini menyebabkan tersebarnya debu timbal yang terhirup warga setempat.