TEMPO.CO, Depok – Dosen Universitas Indonesia, Ade Armando mengatakan tidak terlalu menggubris adanya petisi online yang menyudutkan dirinya agar segera keluar dari kampus kuning tersebut.
Menurut Ade, hal itu wajar mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi yang setiap warganya bebas berpendapat, “Tentu saja hak mereka ya, karena didalam demokrasi memang diizinkan untuk melakukan hal semacam itu dan saya tidak risau dengan hal semacam itu,” kata Ade dikonfirmasi Tempo, Rabu, 6 November 2019.
Ade mengatakan dirinya lebih risau apabila masyarakat hanya mementingkan soal dirinya, dalam hal ini soal meme dan petisi online tersebut, “Kenapa mereka lebih peduli dengan meme dan malah menggugat kedosenan saya ya, ketimbang sebenernya potensi kebocoran anggaran APBD DKI yang mencapai ratusan miliar rupiah,” kata dia.
Menurut Ade, seharusnya masyarakat dapat melihat dugaan kebocoran anggaran APBD DKI Jakarta sebagai isu besar, “Buat saya yang lebih penting adalah kita harus menyelamatkan uang rakyat nih kita harus mengawasi Anies dalam hal sebagai seorang gubernur,” ujarnya.
Sebelumnya, sebuah petisi online berjudul Universitas Indonesia Pecat Ade Armando tersebar di media sosial. Petisi yang dibuat akun Nadine Olivia di Change.org pada Senin, 4 November 2019 itu kini telah ditandatangani 23.000 orang.
Berbagai alasan masyarakat yang menandatangani petisi online tersebut, salah satunya datang dari akun Freddy Hanafi yang menyatakan Universitas Indonesia tidak membutuhkan Ade Armando, “UI tidak membutuhkan dosen yang salah kaprah dalam teori-teori keilmuannya, yang hanya menyesatkan pola fikir generasi bangsa,” tulis Freddy.
Akun lainnya, Imelda Nelly menyatakan lebih tegas agar UI segera memecat Ade, “Pecat Ade Armando secepatnya,”
Kepala Kantor Humas dan KIP Universitas Indonesia, Rifelly Dewi Astuti mengatakan, petisi online merupakan bagian dalam penyampaian aspirasi masyarakat. “Kami dari Humas pada dasarnya menyerap setiap aspirasi publik dan menyampaikannya kepada pimpinan,” kata Rifelly kepada Tempo, Selasa 5 November 2019.
Rifelly mengatakan pemecatan dosen harus melalui prosedural yang diatur dalam aturan kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Jika terkait prosedur pemberhentian, hal tersebut sepenuhnya melalui peraturan kepegawaian ASN dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata dia.