TEMPO.CO, Jakarta - Sidang perkara kepemilikan senjata api ilegal dalam kerusuhan 22 Mei lalu dengan terdakwa politikus PPP, Habil Marati, berlanjut hari ini, Kamis 7 November 2019. Irfansyah adalah juga tersangka rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional dalam kerusuhan yang sama dan dalam persidangan mengaku bekerja sebagai wiraswasta.
Dalam kesaksiannya, Irfansyah mengaku menerima perintah dari Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen untuk memantau rumah Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya. Kivlan adalah terdakwa lain dalam perkara kepemilikan senjata api ilegal sedang Yunarto disebut-sebut dalam daftar orang yang akan dieksekusi selain tiga tokoh nasional dalam kerusuhan itu.
Irfansyah bercerita, pertemuan pertama dengan Kivlan Zen berlangsung di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Maret 2019. Dia diajak oleh sopir mantan Kepala Staf Kostrad itu, Azwarmi alias Armi. "Armi bilang, Pak Kivlan mau cari security sama sopir. Mungkin saya bisa dipilih Pak Kivlan sebagai security," ujar Irfansyah di hadapan majelis hakim pada Kamis, 7 November 2019.
Sekitar April 2019, Irfansyah mengaku mendapat telepon dari Armi untuk segera menghadap Kivlan Zen di parkiran Masjid Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dia langsung datang ke lokasi dan Kivlan disebutnya sudah menunggu dalam mobil. "Dalam mobil, Pak Kivlan menunjukkan HP sama foto Pak Yunarto," kata Irfansyah.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya (tengah), dan Peneliti ICW Donal Faiz (kiri) di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Selasa, 21 November 2017. Tempo/Syafiul Hadi
Masih dalam mobil, menurut Irfansyah, Kivlan menyebut Yunarto sebagai orang yang mempermainkan hasil quickcount Pilpres 2019. Selain itu, Kivlan juga membahas masalah demonstrasi. "Kita bahas para pengkhianat bangsa-lah," kata dia menirukan ucapan Kivlan.
Irfansyah mengaku lalu ditunjukkan alamat rumah Yunarto Wijaya yang berada di Jalan Cisanggiri 3, Jakarta Selatan. Ia disuruh memeriksa alamat itu. "Besoknya saya memantau ke sana," kata dia.