TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mencopot atap sejumlah jembatan penyeberangan orang di Jalan Jenderal Sudirman atau JPO Sudirman di antaranya jembatan di depan Universitas Atmajaya dan di depan Hotel Le Meridien.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengatakan pencopotan atap jembatan akan dibarengi dengan perbaikan.
Fisik jembatan juga akan dipercantik sehingga keberadaannya dapat melengkapi keindahan kota. "Ini memang konsep baru," ujarnya, Kamis, 7 November 2019.
“Jadi, selain untuk menyeberang, pejalan kaki akan mendapat pengalaman baru saat menyeberang," tuturnya.
Menurut Hari, konsep jembatan tanpa atap hanya diterapkan di pusat kota. Dengan demikian, penyeberang jalan nantinya bisa melihat pemandangan gedung-gedung menjulang dari atas jembatan. “Nanti (JPO) bisa untuk berswafoto,” ucapnya.
Pemerintah berencana menambah hiasan lampu warna-warni di setiap jembatan. Bahkan, untuk tahun depan, pemerintah telah merencanakan membangun empat lagi jembatan tanpa atap di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin. "Tapi, kalau JPO yang menghubungkan Transjakarta tetap diberi atap," tuturnya.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengatakan konsep jembatan penyeberangan tanpa atap sama sekali tidak menguntungkan pejalan kaki. "Siksaan baru buat pejalan kaki," kata dia.
Apalagi jembatan itu juga tidak ramah bagi penyandang disabilitas.
Pengamat tata kota, Nirwono Joga, mengkritik keputusan pemerintah DKI yang akan mencopot atap jembatan penyeberangan. Menurut dia, kebijakan itu sangat tidak logis.
Seharusnya fungsi jembatan disesuaikan dengan kondisi cuaca di Ibu Kota. "Untuk Jakarta yang panas dan tropis, atap justru dibutuhkan demi kenyamanan," ujarnya.
Menurut Nirwono, fungsi jembatan penyeberangan adalah agar pejalan kaki aman saat menyeberang jalan. “Kalau tujuannya agar orang bisa melihat pemandangan, kan banyak tempat lain yang bisa dimanfaatkan untuk itu,” ucapnya. “Kalau JPO, ya, gunanya untuk menyeberang.”
Kendati demikian, kata Nirwono, upaya pemerintah memperbaiki dan mempercantik jembatan penyeberangan perlu mendapat apresiasi. Ia menyarankan agar jembatan yang akan diperbaiki itu sebaiknya diklasifikasi berdasarkan tingkat kerusakan.
Nirwono mencontohkan, klasifikasi hijau untuk kondisi jembatan yang aman dan layak digunakan. Selanjutnya klasifikasi kuning untuk jembatan yang masih cukup baik tapi perlu sejumlah perbaikan. Kemudian klasifikasi merah untuk jembatan yang tidak layak digunakan dan harus segera diperbaiki. Dengan adanya klasifikasi itu, kata Nirwono, diharapkan anggaran yang dikeluarkan menjadi tepat sasaran.
Anisa Fitri, pejalan kaki, mengatakan tidak mempermasalahkan jembatan penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan atap. “Anggap saja jalan di trotoar, tanpa atap,” katanya.
Hanya, ia meminta pagar jembatan dibuat lebih tinggi agar tidak membahayakan penyeberang jalan. “Kalau terlalu rendah, bahaya juga buat anak-anak."
Ari Wicaksono, karyawan yang berkantor di Jalan Sudirman, memiliki pendapat berbeda. Ia berpendapat, JPO Sudirman yang tanpa atap justru membuat pengguna tidak nyaman. “Memang (kalau tanpa atap) bisa melihat pemandangan, tapi saya memilih tidak kepanasan dan kehujanan,” ujarnya.
IMAM HAMDI | M. JULNIS FIRMANSYAH