TEMPO.CO, Jakarta -Mayoritas warga di bantaran Kali Ciliwung, DKI Jakarta, masih terancam banjir karena proyek normalisasi sungai baru rampung 45 persen dari total panjang 33,5 kilometer.
"Sejak 2013 hingga 2017, kami baru menyelesaikan 45 persen normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 16 kilometer. Artinya, masih banyak warga bantaran yang masih terancam banjir tahun ini," kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane alias BBWSCC Bambang Hidayah di Jakarta, Jumat, 15 November 2019
Pada 2018 hingga 2019, kata dia, proyek fisik normalisasi belum bisa tergarap menyusul alotnya proses pembebasan lahan bantaran.
Foto udara banjir yang merendam kawasan Kampung Melayu, Jakarta, 6 Februari 2018. Ketinggian air dari luapan Kali Ciliwung itu hampir mencapai lutut orang dewasa. TEMPO/Subekti.
Namun dalam dua tahun terakhir BBWSCC berhasil memperoleh 1,5 kilometer lahan tambahan yang dibebaskan untuk kelanjutan normalisasi pada 2020.
"Total dana pemerintah untuk proyek fisik normalisasi sejak 2013 hingga 2017 yang terserap berkisar Rp 800 miliar. Belum termasuk pembebasan lahan," katanya.
Proyek normalisasi sungai yang sudah rampung itu membentang mulai di 15 kawasan mulai dari Kelurahan Manggarai, Bukit Duri, Kebon Baru, Cikoko, Pengadegan, Rawajati, Pejaten Timur, Tanjung Barat, Kebon Manggis, Kampung Melayu, Bidara Cina, Cawang, Cililitan, Balekembang, dan Gadog.
"Seluruhnya wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur," katanya.
Bambang mengatakan sejumlah permukiman penduduk di bantaran yang belum tersentuh normalisasi saat ini berkreteria rawan banjir.
Alotnya proses pembebasan lahan bantaran Kali Ciliwung, kata Bambang, dipicu sikap penghuni lahan yang sebagian mengklaim kepemilikan surat izin. "Ada warga yang meminta kompensasi pembebasan lahan Rp25 juta per meter di luar bangunan Rp3 juta per meter. Ada juga yang cuma kwitansi saja dari jual beli tanah," katanya.
ANTARA