TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan menjadi salah satu faktor Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS) APBD DKI 2020 defisit Rp 10 triliun. Adapun Sekretaris Daerah DKI Saefullah memaparkan, pendapatan daerah tahun depan diasumsikan hanya Rp 87,1 triliun. Sementara belanja daerah 2020 diproyeksi mencapai Rp 97 triliun.
Usai pembahasan di setiap komisi, kata Saefullah, besaran belanja daerah justru membengkak. Pelaksana tugas (Plt) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Suharti mengutarakan belanja daerah membengkak lantaran ada kenaikan anggaran untuk membayar premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan dan upah minimum provinsi atau UMP.
Menurut Suharti, pemerintah DKI menambah anggaran belanja langsung untuk PBI BPJS Kesehatan senilai Rp 1,16 triliun. Dengan begitu, total anggaran untuk PBI BPJS Kesehatan menjadi Rp 2,5 triliun. Selanjutnya BPJS Kesehatan pegawai negeri sipil (PNS) yang ditanggung pemerintah daerah naik Rp 275,99 miliar. Suharti melanjutkan kenaikan UMP DKI 2020 juga mempengaruhi membengkaknya anggaran belanja DKI. Pemerintah DKI menetapkan UMP 2020 sebesar Rp 4,2 juta alias naik dari tahun sebelumnya senilai Rp 3,9 juta.
"Sehingga untuk gaji-gaji PJLP (penyedia jasa lainnya perorangan) dan sebagainya ada kebutuhan kenaikan sebesar Rp 451 miliar," kata Suharti saat rapat pembahasan rancangan KUA PPAS di Komisi C DPRD DKI.
Pembahasan rancangan anggaran DKI masih berlangsung. Hingga kini, prosesnya masih membahas rancangan KUA PPAS 2020. Setelah rancangan KUA PPAS disahkan dalam rapat paripurna alias rapur dewan, eksekutif dan legislatif bakal membahas Rancangan APBD atau RAPBD 2020 di setiap komisi.
RAPBD harus disetujui terlebih dulu dalam rapat Badan Anggaran dan disahkan di rapat paripurna dewan. Pemerintah DKI dan dewan harus menyepakati RAPBD 2020 paling lambat 30 November 2019.