TEMPO.CO, Jakarta - Kodam Jaya akan melakukan pengosongan rumah di kompleks perumahan TNI AD Cijantung, Jakarta Timur, hari ini, Kamis 21 November 2019. Namun, Kantor Hukum dan HAM Lokataru yang menerima laporan dari pemilik menyebut pengosongan 10 rumah tersebut tidak sah.
Pendiri sekaligus advokat Lokataru Haris Azhar menjelaskan ada 7 alasan mengapa pengosongan rumah di Kompleks Cijantung Sederhana itu tidak sah.
Berikut ini adalah rinciannya:
1. Rumah Dibangun Dari Potongan Gaji
Haris menjelaskan 10 rumah dinas itu sudah ditempati warga sejak tahun 1971. Selain itu, warga mengatakan rumah itu dibangun dari potongan gaji orangtua mereka pada saat menjadi anggota TNI AD. Akan tetapi, saat ini objek “Rumah Sederhana Cijantung” diklaim sebagai rumah dinas milik TNI AD, dalam hal ini adalah Kodam Jaya.
2. Tak Ada Perintah Pengadilan
Alasan kedua mengapa pengosongan rumah menjadi tidak sah untuk dilakukan, sebab tidak adanya perintah pengadilan. Haris menjelaskan terhadap objek Rumah Sederhana Cijantung tidak terdapat putusan pengadilan yang memerintahkan untuk melaksanakan eksekusi berupa pengosongan rumah.
Sedangkan, menurut Haris, merujuk kepada ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia, perintah untuk melakukan pengosongan rumah masuk ke dalam pelaksanaan eksekusi riil. Kewenangan untuk melaksanakan eksekusi riil berada pada Jurusita dan Panitera Pengganti. Sehingga tanpa adanya putusan pengadilan, Jurusita dan Panitera Pengganti tak bisa melaksanakan tugasnya.
3. Pihak Kodam Jaya TNI AD Tak Memiliki Dokumen Kepemilikan
Haris menjelaskan, klaim Kodam Jaya TNI AD terhadap kepemilikan 10 rumah itu tak disertai dokumen kepemilikan yang sah secara hukum, yakni sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Selain itu, pihak Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) juga tidak bisa menjelaskan bukti kepemilikan yang sah terhadap Rumah Sederhana Cijantung.
4. Pengosongan Merupakan Tindakan Sewenang-Wenang
Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, maka Haris menganggap tindakan pengosongan paksa Rumah Sederhana Cijantung oleh Kodam Jaya TNI AD adalah tindakan sewenang-wenang dan tidak mempunyai alas hak berupa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
5. Terjadi Pengosongan Paksa dengan Petugas Bersenjata
Haris mengatakan kesewenang-wenangan pihak Kodam Jaya TNI AD semakin terlihat saat adanya pengerahan pasukan di luar tugas TNI sebanyak delapan truk. Pasukan tersebut bahkan bersenjata lengkap untuk melakukan pengosongan secara paksa atas rumah warga.
Pasukan TNI itu mengeluarkan semua barang milik penghuni pada 10 November 2018 atau tepat pada hari pahlawan setahun yang lalu.
6. Ada Upaya Menghambat Perkembangan Rumah Sederhana Cijantung
Tak hanya melakukan pengosongan paksa, Harus menyebut pihak Kodam Jaya TNI AD juga berupaya menghambat perkembangan atau pertumbuhan lingkungan Rumah Sederhana Cijantung. Salah satu caranya dengan memengaruhi Pemerintah Kota melalui kepemimpinan tingkat kelurahan.
Dengan cara ini, warga penghuni Rumah Sederhana Cijantung tak bisa leluasa memperbaiki lingkungannya. Contohnya saat Rukun Warga (RW) meminta perawatan pengaspalan jalan di kompleks tersebut, pihak kelurahan malah menyarankan untuk minta persetujuan dari TNI Cq Kodam Jaya.
7. Tak Ada Kompensasi untuk Korban Pengosongan
Kodam Jaya telah mengirimkan Surat Peringatan ke-3 kepada para warga Rumah Sederhana Cijantung tertanggal 11 November 2019. Dalam surat itu, warga diberikan waktu tujuh hari untuk segera mengosongkan rumah, tanpa memberikan biaya pengosongan rumah, diberikan tempat tinggal pengganti, dan biaya kompensasi yang layak dari Kodam Jaya kepada warga.
Haris berharap agar TNI AD dalam hal ini Kodam Jaya menghormati hukum dan hak asasi para keluarga Purnawirawan TNI dalam kasus pengosongan Rumah Sederhana Cijantung ini. Mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum, terutama atas hak asasi mereka dan jasa-jasa orang tua mereka sebagai anggota TNI diwaktu lampau. "Kami meminta agar proses pembuktian bisa digelar dengan atau melalui otoritas yang sah dan patut dalam soal sengketa kepemilikan tanah," ujar Haris.