TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Corporate Secretary Vice President Artajasa, Zul Irfan, mengoreksi kronologis yang selama ini diberitakan dalam kasus pembobolan Bank DKI oleh sejumlah anggota Satpol PP DKI. Artajasa adalah perusahaan jasa penyedia teknologi switching ATM Bersama yang disebut dimanfaatkan para anggota Satpol PP saat menguras Bank DKI hingga Rp 32 miliar--polisi sebut hingga Rp 50 miliar.
Zul memastikan pembobolan tidak melalui transaksi yang dilakukan di mesin ATM Bersama. "Sudah kami telusuri bersama Bank DKI dan mereka meminta data juga sudah kami berikan bahwa, setelah di cek, transaksi melalui ATM Bersama (Artajasa) berjalan dengan normal," ujar Zul saat ditemui di kantornya di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Jumat 22 November 2019.
Zul juga menerangkan bahwa setiap bank bisa memiliki atau menggunakan sua sistem switching yang berbeda sesuai aturan yang berlaku. Di Indonesia, dia menambahkan, ada empat operator sistem switching tersebut. "Setelah kami cek, ternyata transaksi itu tidak melewati ATM Bersama," katanya menegaskan.
Sebelumnya, kronologis penggunaan mesin ATM Bersama berasal dari Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin. Dia mengungkap berdasarkan pemeriksaan yang sudah dilakukan di internal. "Menurut pengakuan mereka sudah lama. Bukan dalam sekali ambil sebesar itu, tidak," kata Arifin, Senin 18 November 2019.
Adapun Bank DKI, lewat keterangan tertulis yang pernah dibagikan Sekretaris Perusahaan Herry Djufraini, menyebut pembobolan karena kesalahan pada sistem ATM bank lain yang digunakan oleh pelaku. Saat itu Herry meminta para nasabah tidak cemas karena dana dijaminnya aman, selain BNK DKI sudah melapor ke polisi.
Untuk mencari tahu secara pasti modus para pelaku, ahli digital forensik Ruby Zukri Alamsyah telah menyarankan agar Bank DKI, penyedia jasa switching, dan bank pemilik mesin ATM bertemu. "Setelah mereka rekonsiliasi dan investigasi bersama, baru bisa dipastikan penyebabnya apa," ujar Ruby saat dihubungi, 19 November 2019.
M KURNIANTO | M JULNIS FIRMANSYAH | TAUFIQ SIDDIQ