TEMPO.CO, Jakarta - Dalam diskusi panas di TIM seperti di video viral, para seniman menolak pembangunan hotel di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Imam Ma'aruf salah satunya. Menurut inisiator dikusi di Pusat Dokumentasi Sasra HB Jassin, TIM, yang sempat ricuh seperti di video viral itu, tidak ada kegentingan untuk membangun hotel di kawasan kawasan pusat kesenian dan kebudayaan itu.
"Apa pasalnya (bangun hotel), dikhawatirkan kalau sudah ada hotel bintang lima di sana ada komersialisasi TIM-nya itu," kata Imam saat dihubungi, Ahad, 24 November 2019.
Pembangunan hotel merupakan bisnis komersial. Berbeda jika pemerintah daerah ingin membangun wisma untuk singgah para seniman.
Imam khawatir pembangunan hotel di kawasan TIM bakal menjauhkan seniman dari lingkungannya. Apalagi, konsep awal desain TIM yang disayembarakan dan dimenangkan Andra Matin tidak ada rencana pembangunan hotel.
"Tidak ada yang namanya hotel bintang lima (dalam desain awal revitalisasi TIM)," ujarnya. "Manejemen hotel bintang lima seperti apa sih. Komersialisasi itu."
Kata Imam, upaya pemerintah merevitalisasi TIM disambut positif jika ingin menjadikan kawasan tersebut lebih modern dan memenuhi standar internasional kawasan kesenian dan kebudayaan.
"Tapi akan lebih baik pembangunan ini dibicarakan juga dengan para seniman," ujarnya. "Selama ini kami merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses sosialisasi revitalisasi TIM."
Kebijakan Gubernur Anies Baswedan, menurut dia, bertolakbelakang dengan Gubernur Ali Sadikin. Ali Sadikin, kata dia, lebih pro seniman ketimbang Anies Baswedan.
Ia melihat kebijakan Anies nampaknya akan menempatkan seni hiburan menjadi prioritas dan seni kreatif menjadi pelengkap. Indikasi itu bisa dilihat dari kebijakan Anies menyerahkan mandat pengelolahan PKJ-TIM selama 30 tahun kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
"Jakpro badan usaha milik daerah yang tak terkait sama sekali dengan kehidupan kreativitas seni," ujarnya.
Jakpro nantinya bakal mengelola TIM selama 30 tahun. Nantinya, untuk membiayai operasional dan mengembalikan modal revitalisasinya TIM sebesar Rp 1,8 Triliun itu lah, yang menyebabkan DKI membangun hotel bintang lima dan bisnis lain di kawasan ini.
Ia menuturkan manajemen hotel bintang lima nantinya akan menjadi tembok besar yang menjauhkan seniman dari rumahnya sendiri.
Menurut dia, perlahan-lahan dan pasti, wibawa TIM akan rusak dan berubah wujud menyerupai Ancol, TMII, klub malam, kafe-kafe dan lainnya yang tumbuh dengan subur di Jakarta dan sekitarnya.
Selain itu, kebijakan Gubernur Anies Baswedan menyerahkan TIM bukan kepada ahlinya justru menurunkan derajat kesenian di Jakarta. "Hanya keramian semata dan jauh dari nilai nilai estetik yang menjadi marwah kesenian," demikian Imam.