TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar optimistis mendongkrak laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu hingga 300 persen di tahun kedua dan ketiga operasional kereta moda raya terpadu atau MRT. William mengatakan pihaknya melihat potensi pendanaan dari pendapatan di luar penjualan tiket alias nonfarebox seperti pemasangan iklan di stasiun.
"Kami melihat iklan itu pendapatannya juga bagus dan kami menawarkan tempat-tempat lain di luar kereta dan yang sudah ada," kata William saat pemaparan di kantornya, gedung Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Rabu, 27 November 2019. "Non farebox ini yang harus dipacu."
PT MRT menargetkan meraup laba Rp 200-250 miliar pada 2020. Angka ini melonjak lebih dari 300 persen ketimbang laba yang didapat tahun ini, yakni Rp 60-70 miliar.
Menurut William, 70-80 persen laba 2019 berasal dari pendapatan non farebox. Totalnya mencapai Rp 225 miliar. Pendapatan non farebox terdiri dari iklan (55 persen), naming rights (33 persen), telekomunikasi (2 persen), serta retail dan UMKM (1 persen).
William mengatakan penamaan stasiun atau naming rights pun berpotensi mendongkrak laba PT MRT. PT MRT telah menjual naming rights di lima stasiun tahun ini.
Ke depannya, William menargetkan penjualan di 5-7 stasiun lagi dari total 12 stasiun. Stasiun ASEAN, kata dia, tidak akan dijual untuk naming rights.
"Kami melihat potensi-potensi pendaanaan karena kami sudah jual lima stasiun untuk naming rights dan ada potensi untuk jual tujuh stasiun lagi," kata William.
William lalu mengajak pihak swasta untuk berkontribusi menambah penghasilan PT MRT. "Saya terbuka seperti ini karena saya ingin mengajak teman-teman bisnis yang memang melihat potensi untuk berkomersial di MRT, mari kontribusi dan kami terbuka," kata dia.
Kereta MRT beroperasi sejak 24 Maret 2019. Kereta bawah tanah itu terdiri dari 13 stasiun yang membentang sepanjang 15,7 kilometer dari Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Pembangunan MRT Fase 1 ini membutuhkan investasi Rp 16 triliun yang seluruhnya dikucurkan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA).