TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi mencatat terdapat 16,7 persen bayi di bawah usia lima tahun yang menderita stunting. Tapi, angka ini disebut masih baik karena berada di bawah ambang batas nasional sebesar 20 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati mengatakan, angka tersebut diketahui dari hasil riset tahun lalu melalui random sampling. Tak disebutkan jumlah responden dalam penelitan itu.
"Meski di bawah ambang batas nasional, kami terus berupaya menekan jumlahnya," kata Tanti di Bekasi, Selasa, 3 Desember 2019.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari anak berada di dalam kandungan dan baru terlihat ketika anak berusia dua tahun.
Tanti menuturkan, langkah pemerintah menekan angka stunting dengan memaksimalkan kader-kader pos pelayanan terpadu (posyandu) yang berada di tingkat RT. Mereka, kata dia, bertugas melakukan pemantauan terhadap kebutuhan gizi bayi maupun ibu hamil di wilayahnya.
"Ini langkah antisipasi, supaya ke depannya anak produktifitasnya bagus kemampuan kognitifnya juga bagus," kata Tanti.
Ia mengatakan, anak yang menderita stunting berisiko terjangkit penyakit lain, seperti diabetes hingga jantung. Sebab, kata dia, pertumbuhannya melebar bukan ke atas. Karena itu butuh penangan sejak dini.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi, Choiruman Juwono Putro mengatakan, masalah stunting menjadi perhatian serius lembaganya. Karena itu, legislatif akan memperjuangkan insentif kepada kader posyandu kembali seperti semula.
"Mereka ini adalah garda terdepan terkait kesehatan, selayaknya mendapatkan perhatian," kata Choiruman.
Choiruman menyoroti penghentian insentif kepada belasan ribu kader posyandu sejak Juni lalu karena kondisi keuangan daerah yang belum stabil. Adapun nilai insentif kepada mereka sebesar Rp 400 ribu per bulan. Tahun depan, insentif diganti dengan biaya operasional, tapi nilainya disebut menurun.
Penghentian insentif ini dikhawatirkan akan berimbas pada masalah stunting di Kota Bekasi. "Apa pun bentuknya dana operasional atau insentif, kami meminta dinormalkan lagi," kata Choiruman yang menyebut insentif menjadi catatan dalam APBD 2020 sebesar Rp 5,8 triliun.
ADI WARSONO