TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat intelijen Beni Sukadis mengatakan pihak kepolisian dapat dengan mudah melacak asal muasal granat asap yang meledak di kawasan Monas pada Selasa pagi, 3 Desember 2019. Sebab, granat asap tidak bisa didapatkan secara mudah oleh masyarakat awam dan hanya aparat yang punya akses mendapatkan benda tersebut.
"Jadi polisi bisa melacak asalnya dari nomor seri di canester (selongsong) granat itu. Walaupun sudah berupa kepingan, bisa terlihat nomornya," ujar Beni saat dihubungi Tempo, Rabu, 4 Desember 2019.
Dosen Pengkajian Strategis Keamanan di FISIP UPN Veteran Jakarta itu mengatakan granat asap berfungsi sebagai penanda wilayah pendaratan helikopter atau pesawat di lokasi operasi perang. Selain itu, granat asap berguna untuk melindungi diri dan menutupi pandangan musuh.
Sehingga, benda itu tak dijual secara bebas dan warga sipil tak bisa dengan mudah membelinya. "Kecuali kalau memang dibeli dari pasar gelap atau ada orang dalam yang jual," kata Beni.
Granat asap sebelumnya meledak di dalam Monas pada Selasa kemarin pukul 07.20 WIB persisnya di seberang kantor Kementerian Dalam Negeri. Akibat ledakan granat tersebut, dua orang anggota TNI terluka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengutarakan korban pertama yang bernama Sersan Kepala Fajar Arisworo mendapat luka paling parah. Fajar mengalami luka di tangan kirinya karena memegang granat.
Menurut Yusri, belum ada informasi lebih lanjut apakah granat meledak setelah Fajar memegangnya. Polisi pun belum mengetahui alasan Fajar menggenggam granat tersebut. "Itu masih belum kami dapat keterangannya karena masih dirawat," ujar Yusri.
Sementara korban lain, Prajurit Kepala Gunawan Yusuf, mengalami luka di paha akibat ledakan granat asap. Gunawan, kata Yusri, sempat berlari minta tolong kepada kawannya. Sementara Fajar sempat duduk setelah terkapar. "Keduanya sadar," kata dia.