TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan 1,8 juta sumur resapan dan Plt Dinas Perindustrian dan Ekonomi Ricki Marajohan Mulia mengatakan hal itu dilakukan untuk mengurangi genangan atau banjir Jakarta.
"Jika target jumlah sumur resapan itu terbangun, kajian kami Jakarta bakal bebas banjir," kata Ricki dalam diskusi bertema Drainase Vertikal, Kolaborasi Atasi Banjir di Balai Kota DKI, Selasa, 9 Desember 2019.
Ricki menuturkan pembangunan sumur resapan dilakukan lintas satuan perangkat kerja daerah seperti di lembaganya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Sumber Daya Air dan lainnya. Dinas PE sendiri telah membangun 804 sumur resapan dari target 1.300 titik.
Pembangunan sumur resapan ini terbukti cukup berdampak terhadap penanggulangan genangan atau banjir. Sumur resapan di TK Pertiwi Kompleks DDN, Pondok Labuh, Jakarta Pusat, misalnya. Sumur resapan di lokasi itu terbukti mempercepat genangan air surut hanya dalam waktu 15 menit. "Biasanya genangan air bisa sampai 24 jam baru surut di TK Pertiwi," ujarnya.
Efektivitas sumur resapan di Jalan Swakarya di Kompleks DDN juga terjadi hal serupa. Air genangan di jalan itu lebih cepat surut setelah dibangun sumur resapan. "Biasanya 10 jam sekarang tinggal 15 menit air surut."
Kepala Seksi Pemeliharaan Dinas SDA DKI Juniarto Ardiansyah mengatakan lembaganya telah membangun 990 dari target 1.000 sumur resapan tahun ini. Lokasi yang telah dibangun sumur resapan itu terbukti mampu mempercepat surutnya genangan air.
"Dulu genangan bisa bertahan enam jam, sekarang tidak sampai sejam surut di lokasi yang dibangun sumur resapan," ujarnya.
Ahli Hidrogeolog Fatchy Muhammad, mengatakan sumur resapan menjadi solusi untuk mencegah banjir di ibu kota. Selain itu, sumur resapan menjadi solusi untuk mengembalikan cadangan air tanah yang terus disedot. "Air tanah yang terus disedot membuat permukaan tanah turun, yang menyebabkan Jakarta Banjir," ucapnya.
Ia menuturkan banjir di ibu kota sudah terjadi sejak era kependudukan Belanda tahun 1900an. Banjir terjadi karena wilayah tangkapan air di kawasan Selatan mulai dari Puncak, Bogor, beralih fungsi dari hutan menjadi perkebunan teh.
Alih fungsi lahan itu membuat resapan air ke dalam tanah berkueang dan permukaan tanah di ibu kota terkena dampak penurunan. "Itu yang menyebabkan Jakarta mulai banjir."
Berdasarkan catatannya, Jakarta sempat bebas banjir saat era Kerajaan Padjajaran pada tahun 1.400an. Sebab, saat itu hutan masih terjaga dan jumlah penduduknya masih sedikit.
Adapun saat masa itu, air hujan mampu meresap hingga 73-97 persen dan yang terbuang 27-3 persen. Sekarang setelah kemerdekan karena wilayah resapan khususnya di Puncak dibabat menjadi hunian, kondisi berbalik.
Saat ini, air hujan hanya bisa terserap antara 3-27 persen, sedangkan 73-97 persen terbuang. Padahal konsep utama yang harus dibangun DKI untuk mencegah banjir Jakarta adalah memaksimalkan resapan air. "Bukan secepatnya air dibuang. Itu bukan solusi," ujar Fatchy.