TEMPO.CO, Jakarta - Anggota fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad menyampaikan tiga catatan di Raperda APBD DKI 2020 dalam rapat paripurna, Rabu siang. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD telah menyepakati Raperda APBD DKI 2020 sebesar Rp 87,9 triliun.
Dalam rapat itu, Idris menyampaikan catatan tentang proses dan substansi penyusunan anggaran itu.
Menurut Idris, catatan yang pertama adalah bahwa PSI mengkritisi penyusunan dan pembahasan anggaran yang terkesan terburu-buru dan tidak transparan. Menurut dia, kedua hal tersebut harusnya dibahas tak tergesa-gesa dan disertai data yang cukup.
“Sulit sekali bagi kami selaku anggota DPRD mendapatkan data rinci selama proses ini. Kalau pun diberikan, baru di hari-H atau sehari sebelum pembahasan,” kata Idris.
Partainya juga merasa keberatan lantaran tak ada kajian dan analisa kebutuhan dalam beberapa kegiatan. Penjelasan dalam rapat pembahasan, menurut dia, hanya mengandalkan opini lisan dari pihak Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Idris mencatat, banyak usulan anggaran yang tak disertai dengan rekomendasi teknis, kajian, dan analisa kebutuhan.
“Tidak diberikan kajian dasar untuk menjadi pegangan yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
PSI juga mengkritisi pengadaan barang yang menurut mereka belum terjawab dan seharusnya bisa dijelaskan pemerintah. Misalnya, anggaran Light Rapid Transit (LRT) Dinas Perhubungan yang diduga melanggar Peraturan Gubernur Nomor 154 tahun 2017.
Politikus PSI ini juga mempertanyakan kegiatan Formula E yang tidak sesuai dengan asas keadilan dalam APBD DKI 2020. Dia juga menyoroti pengadaan barang-barang mahal di Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik, serta BPRD. “Nilainya ratusan miliar yang tidak ada harga pembanding dari merk yang berbeda dan tidak disertakan kajian teknis,” kata Idris.