TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkukuh membangun jalur kereta lintas rel terpadu atau LRT rute Pulogadung-Kebayoran Lama. Proyek yang dikenal dengan koridor timur-barat atau rute 2—setelah rute 1 Kelapa Gading-Rawamangun—ini menjadi tugas Dinas Perhubungan dalam skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dengan PT Pembangunan Jaya.
“Moda berbasis rel untuk timur-barat Jakarta itu masih kosong. Pemprov ingin mempercepat pembangunan transportasi massal, jadi diberikan ke Dishub,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, kepada Tempo, Rabu, 11 Desember 2019 lalu. Gubernur DKI Anies Baswedan memberi tenggat kereta ringan itu beroperasi pada 2022.
Proyek ini menjadi pembahasan publik saat Dinas Perhubungan memasukkan anggaran pembangunan LRT rute Pulogadung-Kebayoran Lama sebesar Rp 556,8 miliar dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 pada Oktober lalu. Anggaran pembangunan jalur kereta ini senilai Rp 15 triliun, yang terdiri atas Rp 12 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) multiyears serta Rp 3 triliun melalui skema KPBU dengan PT Pembangunan Jaya.
Koridor barat-timur itu diangkat menjadi polemik oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengajukan penambahan anggaran Rp 68 miliar dalam Rancangan APBD 2020 untuk biaya manajemen konstruksi, konsultan konstruksi, dan konsultan integrasi. Keberatan PSI itu mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 154 Tahun 2017, yang mencantumkan PT Jakarta Propertindo sebagai penyelenggara pembangunan jalur kereta ringan di Jakarta.