TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap dua pelaku penipuan dengan modus rekrutmen pegawai PT Kereta Api Indonesia atau PT KAI. Dua pelaku tersebut adalah Fajar Tri Santoso, 25 tahun dan Ikhwansyah Lufiara (53).
"Korban dijanjikan menjadi pegawai PT KAI tanpa melalui tes dan seleksi dengan cara menyerahkan sejumlah uang," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus saat konferensi pers di kantornya, Senin, 23 Desember 2019.
Uang yang diminta kepada korban berkisar antara Rp 1 juta - Rp 4 juta. Menurut Yusri, uang tersebut diminta pelaku kepada para korban dengan alasan untuk membuat tabungan gaji pegawai dan seragam kerja. "Total uang yang diterima tersangka Fajar sebesar Rp 135 juta," ujar Yusri.
Yusri mengatakan pelaku menjanjikan para korban akan mendapatkan jabatan sebagai Sekretaris Dirut PT KAI, Kepala Stasiun, Kepala DAOP 1 dan mendapatkan sejumlah fasilitas seperti rumah dinas, kendaraan dan tunjangan kesehatan. Yusri menyebutkan bahwa korban penipuan dalam kasus ini mencapai 43 orang, namun yang membuat laporan ke polisi hanya 19 orang.
Kepala Subdirektorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya, Komisaris Dwiasi Wiyatputera menjelaskan bahwa penipuan ini dilakukan Fajar dengan membuat grup WhatsApp yang didalamnya berisi para korban. Dalam grup itu, ia memasukkan tiga nomor telepon dengan profil palsu yang mencatut nama para pejabat PT KAI yaitu Wawan Ariyanto sebagai direksi, Endang Gunawan sebagai HRD dan Yuskal sebagai Vice President Train Crew. Pelaku juga memasang foto para direksi pada profil WhatsApp untuk meyakinkan korban.
"Foto direksi didapatkan Fajar dari Instagram. Dia mempelajari struktur jabatan di PT KAI secara otodidak dan sering membaca artikel," ujar Dwiasi
Sementara itu, tersangka Ikhwansyah berperan membantu Fajar. Caranya, dia mengaku mendapatkan surat panggilan dari HRD atas nama Endang untuk meyakinkan para korban lain dalam grup WhatsApp. Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 378 dan atau Pasal 372 juncto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.