TEMPO.CO, Jakarta - Kawin kontrak di kawasan Puncak kembali menjadi perbincangan hangat setelah Polres Bogor kembali membongkar jaringan prostitusi terselubung ini. Tempo pernah menelusuri fenomena ini pada 2010 silam.
Dalam penelusuran Tempo, seorang perempuan pelaku kawin kontrak mengaku terpaksa melakukan hal itu karena desakan ekonomi. Diana, si perempuan, mengaku telah empat kali menjadi istri kontrak.
Bagi perempuan yang kini berusia pada 39 tahun itu, kawin kontrak lebih baik ketimbang menjual diri. Menurut dia, hubungannya dengan si laki-laki sah secara agama karena dinikahkan secara siri.
"Saya dinikah siri, ada saksi dan wali nikah," tuturnya.
Setiap kali menjalani kawin kontrak, Diana mengaku mendapat mas kawin sebesar Rp 3 juta. Namun hanya setengah yang dia dapatkan karena setengahnya menjadi hak muncikari bernama Salim yang biasa mempertemukannya dengan si pria hidung belang.
"Setengahnya lagi diambil Salim," katanya kepada Tempo.
Selain itu, Diana mengaku diberi uang belanja Rp 500 ribu per hari selama menjadi istri kontrak. Dengan uang itulah dia menghidupi anak yang dititipkan pada orang tuanya di Jalan Salemba, Jakarta. Tapi, gara-gara itu juga, Diana bersama lima temannya pernah digelandang polisi pada 2007.
Menjadi istri kontrak, kata dia, biasanya cuma satu bulan. "Kalau lagi mujur, bisa dua bulan," ujarnya. Lebih mujur lagi jika seperti teman Diana, yang dibawa ke Arab Saudi oleh suami kontraknya. "Jadi penjaga toko," Diana menuturkan.
Apa pun alasan Diana, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Mukri Aji, menegaskan bahwa praktik kawin kontrak haram dalam agama Islam. Bahkan, menurut dia, pemerintah telah melarang praktik tersebut sejak 5 dekade yang lalu.
Kawin kontrak ini haram hukumnya, bahkan pemerintah sejak tahun 1964 sudah mengelurkan fatwa dilarangnya praktik ini," kata Mukri.
Camat Cisarua, Kabupaten Bogor, Deni Humaidi, mengatakan bahwa perempuan pelaku kawin kontrak sebenarnya bukan berasal dari kawasan Puncak. Menurut dia, mereka didatangkan para muncikari dari daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor seperti Sukabumi, Cianjur dan Karawang.
DEFFAN PURNAMA| DIKI SUDRAJAT| MA MURTADHO