“Dalam kondisi genting yang rawan dengan eskalasi konflik seperti ini, jajaran Dinas Perumahan Rakyat DKI hanya turut menyampaikan empati dan mengaku tidak bisa berbuat banyak selain memberikan sanksi adminitrasi kepada pihak yang status hukumnya sudah tidak jelas,” kata Teguh.
Teguh menilai Dinas Perumahan Rakyat gagal mengoordinasikan instansi dan sektor-sektor lain dalam menjalankan kebijakan kepala daerah tersebut. “Kami sudah memanggil Satpol PP selaku penegak kebijakan daerah termasuk peraturan gubernur, dan mereka tidak memahami peran mereka di tingkat provinsi untuk mengawal Pergub tersebut, baik pergub 132 maupun versi revisinya,” tutur Teguh lagi.
Namun, kata Teguh, pihak-pihak tersebut justru menyerahkan penyelesaian konflik di apartemen tersebut kepada pihak RT atau RW, Kelurahan, Kecamatan dan Polres. Sementara, pihak Kepolisian pun, menurutnya, tampak belum cukup memahami peran mereka dalam mengawal pergub karena minimnya sosialisasi dan kerjasama teknis dengan pihak Pemprov.
Saat ini, Teguh menilai kondisi tersebut semakin mencemaskan karena P3SRS yang sah tidak bisa menarik iuran dari seluruh warga akibat adanya pemaksaan oleh pengurus yang lama untuk membayar ke rekening mereka. P3SRS tidak mampu menutupi biaya pembayaran listrik dan air, kondisi ini bisa memicu pemadaman oleh PLN karena belum dipenuhinya kewajiban pengelola untuk membayar listrik dan air.
“Kami tidak ingin, ada konflik fisik antar warga dulu, baru Pemprov DKI Jakarta bertindak dengan benar, apalagi sepulang liburan Natal dan tahun baru, warga yang lelah setelah berlibur malah mendapati akses ke unit mereka di Apartemen Mediterania Palace terkunci, padahal mereka hanya menjalankan Peraturan Gubernur dengan membayar ke pengurus yang sah,” ujar Teguh.