TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menilai proses hukum dalam kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan perlu dikawal. Alasannya, kedua orang yang telah ditetapkan tersangka penyiram air keras tersebut merupakan anggota polisi yang notabene adalah instansi penegak hukum.
“Oknum aparat penegak hukum itu melakukan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada aparat yang sedang menjalankan tugas. Ini kasus yang luar biasa,” ucap Fadli saat menyambut Ahmad Dhani yang bebas dari penjara di Studio Republik Cinta Management, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 30 Desember 2019.
Fadli menuturkan, perlu adanya pengawasan dari beberapa instansi terkait terhadap kasus ini, termasuk Komisi 3 DPR RI. Ia mengatakan kasus yang sudah berjalan selama 2,5 tahun itu perlu diinvestigasi sehingga terbuka dalangnya. “Kita buktikan di pengadilan apakah memang ini pelaku yang sesungguhnya atau sebagai pelaku pengganti,” kata Fadli.
Sebelumnya, Kepolisian menyebut dua tersangka itu hanya dengan inisialnya RM dan RB. Dua orang yang merupakan anggota polisi aktif itu juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari ke depan untuk keperluan pemeriksaan.
Penetapan tersangka ini terjadi di hari ke-990 setelah Novel diserang pada subuh 11 April 2017. Meski begitu, penetapan dua tersangka penyerang Novel ini dipandang janggal oleh sejumlah pegiat antikorupsi.
Salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Yati Andriyani, menilai penetapan dua polisi aktif sebagai tersangka penyerangan itu terkesan sebagai upaya 'pasang badan' untuk menutupi dalang kasus ini. "Harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang pasang badan untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," kata Yati dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 27 Desember lalu.
Kejanggalan itu adalah SPDP Polisi pelaku penyerangan Novel Baswedan belum diketahui, perbedaan soal pelaku ditangkap atau menyerahkan diri, polisi dianggap tak bisa membuktikan tindakan tersangka , perbedaan dengan sketsa terduga pelaku yang dirilis Polri, dan motif tersangka berbeda dengan temuan TGPF.