TEMPO.CO, Jakarta -Terdakwa perkara kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen, batal menjalani sidang lanjutan hari ini.
Musababnya, jalan menuju Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tempat persidangan kasus Kivlan Zen itu, masih terendam banjir pasca hujan deras kemarin.
Informasi ini disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta. Dalam keterangannya, jaksa menyebut, akses ke pengadilan tak bisa dilalui karena banjir. Jaksa memperoleh informasi itu dari PN Jakpus.
"Setelah melihat keadaan akses ke kantor yang tidak bisa dilalui karena banjir, maka hari ini tanggal 2 Januari 2020 ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa/Force Meujeure (banjir)," demikian informasi jaksa kepada Tonin yang diterima Tempo, Kamis, 2 Januari 2020. "Absensi kehadiran akan diputihkan sampai ada pengumuman melihat kondisi selanjutnya. Bagi yang akan ada persidangan harap menyesuaikan."
Kemarin hujan lebat yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya mengakibatkan sejumlah daerah di Jabodetabek banjir. Hingga Kamis pagi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 16 orang di Jabodetabek meninggal akibat banjir.
Tonin berujar masih menunggu kabar ihwal jadwal sidang berikutnya. "Untuk Pak KZ (Kivlan Zen) tidak ada (sidang), kalau yang lain tergantung," ucap dia.
Juru bicara PN Jakpus, Makmur, menyampaikan toleransi ketidakhadiran pegawai PN Jakpus berlaku bagi yang domisilinya masih terendam banjir. Pimpinan PN Jakpus, menurut Makmur, menetapkan pegawai yang dapat mengakses jalan ke pengadilan untuk tetap masuk kerja.
"Sementara yang dapat akses untuk masuk kantor tetap masuk terutama yang tinggal dekat kantor, kecuali yang benar-benar tidak dapat akses masuk karena kena banjir bisa dimaklumi," jelas Makmur.
Hari ini Kivlan dijadwalkan membacakan eksepsi. Pembacaan eksepsi sebenarnya diagendakan pada Rabu, 18 Desember 2019. Akan tetapi, saat itu Kivlan mengaku tengah sakit sehingga hakim menunda sidang.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Purnawirawan TNI Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api ilegal. Dia didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.