TEMPO.CO, Jakarta - Lelah habis bermain kembang api, Karim terlelap tidur di rumah ibunya di RT 01/ RW 04, Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Rabu dini hari 1 Januari 2020. Tak ada firasat bahwa banjir akan menyerang saat itu.
Baru pulas sekitar satu jam, pria berusia 35 tahun itu dibangunkan oleh ibunya. Rupanya air dari Kali Sunter yang berjarak sekitar 20 meter dari rumah tersebut telah meluap.
Sontak, Karim bersama istri, anak, dan ibunya pun bergegas menaikkan barang-barang berharga ke elektronik ke sebuah kanopi di dalam rumahnya. Ia memang sengaja membangun kanopi tersebut sebagai tempat berlindung dari banjir.
“Kalau banjir tahun-tahun lalu, kami selalu berlindung di sini. Air tidak pernah sampai ke kanopi ini,” tutur dia.
Terbuat dari kayu, kanopi yang berada sekitar satu meter di atas lantai dengan luas 2x3 meter itu mampu menampung barang-barang serta orang dewasa. Karim bersama istri, anak, dan orang tuanya berlindung di sana sambil berharap banjir segera surut.
Harapan Karim pupus ketika permukaan banjir terus naik, bahkan hingga ke kanopi tempat mereka berlindung pada Rabu subuh itu. Kehabisan jalan, ia kemudian menjebol loteng rumah untuk mencari pijakan yang lebih tinggi.
“Sampai Subuh itu air sudah sampai genteng. Sekitar tiga meter,” kata Karim.
Di bawah guyuran hujan, Karim bersama keluarganya menunggu evakuasi di atas loteng. Anaknya yang masih berumur empat tahun telah menggigil menahan dingin. Beruntung dirinya beberapa kali dilemparkan bantuan berupa jas hujan, makanan, dan nasi dari lantai dua rumah tetangganya.
Hingga matahari terbit tim evakuasi tak kunjung datang. Karim berinisiatif untuk berenang menuju posko evakuasi yang berada sekitar 200 meter dari rumah orang tuanya. Ia mengandalkan kanopi-kanopi rumah untuk berpegangan selama berenang.
Ia menceritakan, tim evakuasi sempat kesulitan menjangkau rumah orang tuanya lantaran berada di gang sempit. Sampah serta puing yang terbawa arus banjir menghambat perahu tim evakuasi.
“Saya lapor ke Pak RT, lalu diteruskan ke tim evakuasi. Sekitar pukul 08.00 pagi, keluarga saya baru dievakuasi,” kata Karim.
Menurut dia, banjir tahun ini merupakan yang paling parah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karim mengatakan kalau wilayah Cipinang Melayu terakhir kali direndam banjir besar pada 2007 lalu. Meski begitu, banjir tak setinggi tahun ini. Karim dan keluarganya kala itu masih dapat berlindung di kanopi yang ia buat.
Warga lain, lanjut dia, pun tak mengira kalau banjir tahun ini akan dahsyat. Saat permukaan air Kali Sunter mulai meluap, kebanyakan warga beranggapan banjir yang terjadi tak akan lebih tinggi dari dengkul orang dewasa. Wilayah Cipinang Melayu memang sudah akrab terendam banjir.
"Tapi tahun ini warga kaget,” ucap Karim.
Banjir Jakarta yang terjadi pada Rabu dini hari, 1 Januari 2020 itu diakibatkan curah hujan ekstrem yang terjadi sejak Selasa 31 Desember 2019. Sebanyak 926 warga Cipinang Melayu mengungsi di Masjid Raya Universitas Borobudur yang berada tak jauh dari lokasi banjir. Hingga sore hari ini, sebagian warga terlihat masih membersihkan rumah masing-masing dari sisa banjir.