TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan tidak semua sistem drainase Ibu Kota berfungsi yang berbuntut banjir Jakarta.
Akibatnya, banjir Jakarta merendam lima wilayah pasca guyuran hujan deras pada 1 Januari 2020.
Menurut Nirwono, curah hujan yang tinggi seharusnya dapat tertampung jika drainase berfungsi. Sayangnya, lanjut dia, hingga kini hanya 33 persen saluran air di Ibu Kota yang berfungsi dengan baik.
"Curah hujan tinggi dapat tertampung dengan baik dan mengantisipasi banjir kalau drainase DKI berfungsi," kata Nirwono saat dihubungi, Rabu malam, 1 Januari 2020.
Nirwono menilai pemerintah DKI tak siap menghadapi banjir. Menurut dia, ada beberapa sebab. Pertama, program penataan di bantaran kali yang terhenti karena perbedaan konsep antara normalisasi dan naturalisasi. Selain itu, pembebasan lahan di bantaran pun tidak berlanjut.
Kedua, revitalisasi situ, danau, embung, dan waduk berjalan lambat. Ketiga, penambahan ruang terbuka hijau (RTH) baru yang tidak signifikan membuat daerah resapan air tak bertambah banyak.
"Banjir terbukti melanda Jakarta di awal tahun baru ini," ucap dia.
Nirwono merespons ucapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies mengutarakan banjir yang terjadi bukan disebabkan karena drainase Jakarta bermasalah. Menurut dia, pemerintah DKI sudah membersihkan seluruh drainase.
"Ini bukan masalah drainase. Jadi soal drainase, dibersihkan, semua dilakukan, semua dikerjakan bahkan dikerjakan sepanjang tahun. Jadi kalau itu, sudah lewatlah soal pembersihan itu," ucap Anies saat meninjau di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, kemarin.
Anies kemudian menyinggung, pemerintah DKI tak dapat mengendalikan curah hujan. Dia tak secara gamblang menyebut curah hujan tinggi jadi penyebab banjir.
"Curah hujan tidak dalam kendali kami, tetapi penanggulangan atas curah hujan ada dalam kendali kita. Sekarang kami fokus di situ," ujar dia terkait banjir Jakarta.