TEMPO.CO, Jakarta - Setelah 12 tahun berlalu, Syafei, 53 tahun, merasakan kembali terjangan banjir yang menenggelamkan rumahnya di RW14 Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Air mulai memasuki rumahnya pada Rabu dinihari, 1 Januari 2019.
"Saya dengar toa (pengeras suara) musala mengabarkan terjadi banjir jam tiga pagi. Pas saya bangun di luar rumah saya sudah sepaha ketinggian airnya," kata Syafei di Jalan Rumah Susun Pesakih, Kamis, 2 Januari 2020.
Air bah yang datang ke rumahnya merupakan luapan dari anak Kali Cisadane. Kali tersebut tidak bisa menampung hujan yang mengguyur kawasan Jakarta dan sekitarnya lebih dari 10 jam.
Syafei mengaku banjir datang di rumahnya saat dirinya dan keluarga sedang terlelap tidur. Jadi, dia tak sempat membawa barang berharga untuk diselamatkan.
"Pas saya mau keluar air sudah sekuping saya tingginya. Sudah enggak pikir apa-apa. Cari selamat saja," katanya.
Selama hampir dua dekade terakhir, banjir pernah melanda permukiman ini pada 2002 dan 2007. Saat itu, kata dia, "Banyak orang bilang itu siklus lima tahunan."
Banjir 2007, menyebabkan rumahnya terendam banjir hingga sedada atau sekira 1,5 meter. Banjir tahun ini, kata dia, lebih besar lagi karena sudah hampir dua meter. "Airnya juga dua hari belum surut. Ini banjir terbesar yang saya rasakan."
Warga lainnya, Wili Suistianto, 33 tahun, menyatakan hal yang sama. Banjir di awal Tahun Baru 2020, jauh lebih besar ketimbang tahun 2002 dan 2007. Yang lebih disesalkan, kata dia, bantuan dari pemerintah sangat lambat. Sehingga, banyak warga yang kelaparan. "Bantuan sampai sekarang belum datang."
Wali Kota Jakarta Barat Rustam Efendi mengakui keterlambatan kedatangan logistik di kawasan Duri Kosambi dan Semanan. Keterlambatan bantuan dari pemerintah terjadi karena truk logistik terjebak macet berjam-jam.
"Banyak jalan yang tergenang dan tidak bisa dilalui. Kami terkendala di perjalanan. Bantuan sudah kami siapkan," ujarnya.