TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak mau gegabah menentukan status tanggap darurat banjir di Ibu Kota. "Kita tunggu dulu. Kami tidak akan komentar statement itu, karena status tanggap darurat itu punya konsekuensi tidak sederhana," kata Anies saat meninjau lokasi banjir Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 3 Januari 2020.
Kementerian Dalam Negeri menyatakan pemerintah pusat siap membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi bencana banjir yang saat ini menerjang kawasan Jabodetabek. Syaratnya, pemerintah daerah mesti mengidentifikasi dampak bencana dan menetapkan status tanggap darurat bencana.
Anies menyatakan belum mendengar secara resmi pemerintah pusat yang meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk menetapkan status tanggap darurat banjir.
Banjir setinggi hingga 2 meter masih melanda perumahan elite Green Ville, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat, 3 Januari 2020. TEMPO/Lani Diana
Menurut Anies, banyak konsekuensi ketika suatu daerah langsung menyatakan keadaan tanggap darurat. Namun, Anies tidak menjelaskan konsekuensi dalam penetapan tanggap darurat yang dimaksud.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi, pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya manusia; penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan. dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Menurut Anies, banjir di ibu kota hingga hari ketiga ini sudah mulai surut. Bahkan, banjir di kawasan Jakarta Barat, yang ketinggiannya lambat surut, mulai menyusut dari pantauannya tadi pagi.
"Insyallah Sabtu atau Minggu kita yakin jauh lebih sedikit lagi genangan. Kalau sudah tidak ada genangan, maka proses rehabilitasi bisa berjalan lebih cepat lagi."