TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi menilai konsep naturalisasi lebih baik dibandingkan dengan normalisasi sungai dalam mencegah banjir. Namun ketika konsep naturalisasi itu diejawantahkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Pergub Nomor 31 Tahun 2019, satu faktor penting menurut Tubagus diabaikan.
"Pelibatan masyarakat tidak dimasukkan," ujar Tubagus di kantor LBH Jakarta, Senin, 6 Januari 2020.
Menurut Tubagus, walau lahan di bantaran sungai yang akan dinaturalisasi adalah milik Pemprov DKI Jakarta, namun warga sekitar adalah pihak yang akan menerima konsekuensi langsung dari bencana banjir. Untuk itu penting menurut dia agar Pemerintah DKI Jakarta mendengar aspirasi masyarakat di sana.
Foto udara suasana wilayah bantaran sungai Ciliwung yang belum dinormalisasi (kiri) dan yang sudah dinormalisasi (kanan) di kawasan Bukit Duri, Jakarta, Minggu, 5 Januari 2020. Pembangunan tanggul normalisasi atau naturalisasi hanya 16,19 km dari total 33,69 km dikarenakan terkendala pembebasan lahan. ANTARA
Sedangkan konsep normalisasi dengan melakukan betonisasi dinilai tak akan menyelesaikan banjir. Selain itu menurut Tubagus, normalisasi sungai tak ramah dengan kepentingan masyarakat. "Normalisasi selalu dipakai dengan cara penggusuran," ujar dia
Dalam Pergub 31 Tahun 2019, naturalisasi didefinisikan sebagai pengelolaan sungai melalui pengembangan ruang terbuka hijau dengan memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir dan konservasi. Konsep ini tak menggunakan beton di tepian melainkan bronjong batu kali. Anies menerapkannya di empat sungai. Salah satunya di Kali Sunter.
Polemik naturalisasi vs normalisasi kembali mencuat pascabanjir Jabodetabek awal 2020. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basoeki Hadimoeljono mengatakan normalisasi sungai Ciliwung tak ampuh menangkal banjir karena proyek tersebut tak kunjung selesai. Proyek pemerintah pusat itu baru berjalan 16 dari 33 kilometer. Sisanya mandek karena masalah pembebasan lahan oleh Pemprov DKI.
Saat banjir awal tahun lalu, Basoeki mengklaim lokasi normalisasi bebas banjir. Namun dibantah oleh Anies Baswedan. "Di sini telah dinormalisasi, tapi faktanya masih tetap terjadi banjir," kata dia seperti dikutip Koran Tempo edisi 4 Januari 2020.
Basuki kemudian menjawab, banjir di Kampung Pulo akibat normalisasi belum berjalan sepenuhnya. Sehingga air sungai merendam permukiman yang lebih rendah dari beton di tubir Ciliwung. "Tapi air tidak melimpasi parapet yang kami bikin," kata dia.