TEMPO.CO, Jakarta-Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan diperiksa selama 8 jam oleh penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya terkait kasus penyiraman air keras yang menimpa dirinya. Pemeriksaan yang berlangsung sejak siang itu berakhir pada Senin malam, 6 Januari 2020. Menurut Novel, penyerangan yang dialaminya itu merupakan upaya pembunuhan berencana.
"Saya katakan bahwa penyerangan kepada saya ini lebih kepada penganiayaan berat berencana yang akibatnya adalah luka berat, yang dilakukan dengan pemberatan. Jadi ini level penganiayaan tertinggi walaupun ada peluang bahwa penyerangan kepada saya ini upaya percobaan pembunuhan berencana," kata Novel di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya usai diperiksa Senin malam.
Novel berujar sebenarnya hal itu sudah dia sampaikan kepada penyidik dengan harapan bisa menjadi masukan dalam pendalaman kasusnya. Ia juga menyebutkan ada penerapan pasal yang tidak tepat dalam penanganan kasusnya, yaitu Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
"Saya itu diserang oleh dua orang eksekutor pelaku, ya, yang mereka berdua tapi yang menyerang satu orang. Sedangkan pasal yang diterapkan Pasal 170, saya khawatir pasal tersebut nggak tepat," ujarnya.
Novel berharap penerapan pasal tersebut agar benar-benar diperhatikan supaya tidak timbul masalah dalam proses selanjutnya. Selama proses pemeriksaan berlangsung sejak pukul 10.20 WIB hingga 19.45 WIB, Novel mengaku menerima 35 pertanyaan dari penyidik.
Menurut Novel pertanyaan yang diajukan antara lain mengenai proses pengobatan matanya selama di Singapura. Selain itu, polisi juga menanyakan apakah dia mengenal sosok Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang telah menjadi tersangka penyiraman air keras terhadap dirinya.
"Saya tidak kenal, tidak pernah ketemu, komunikasi, ataupun interaksi lainnya dalam kegiatan pribadi atau dinas dengan tersangka," katanya.
ANTARA l M JULNIS FIRMANSYAH