Secara global, Leonard menilai komitmen negara-negara dunia penghasil emisi tak memiliki komitmen yang kuat untuk menguranginya. Terbukti kata dia, dari hasil mengecewakan di Konferensi Tingkat Tinggi Persatun Bangsa-Bangsa untuk perubahan iklim yang digelar di Madrid, Spanyol pada Desember 2019.
"Termasuk Indonesia. Padahal kita masuk dalam 10 besar negara penghasil emisi karbon," kata dia.
Kondisi ini disebut sangat mengkhawatirkan. Leonard mengatakan waktu yang tersedia bagi bumi melakukan perubahan fundamental menekan pemanasan global tidak melebihi 1,5 derajat celsius hanya tinggal sepuluh tahun atau pada tahun 2030 mendatang. Saat ini, pemanasan global berada di angka 1,1 derajat celsius.
Jika tak ada komitmen serius hingga 2030, Leonard mengatakan bahwa pemanasan global akan mencapai 3 sampai 4 derajat celsius. Akibat yang akan diterima dunia di antaranya adalah curah hujan ekstrem akan semakin sering terjadi. Selain itu, air dari es di Kutub Selatan dan Utara yang meleleh akan menghampiri daratan dunia, termasuk Teluk Jakarta.
Sebuah mobil terendam akibat banjir di Perumahan Green Village, Duri Kepa, Jakarta Barat, Sabtu 4 Januari 2020. Banjir didaerah tersebut sudah berlangsung selama 4 hari dengan masih ketinggian sepinggang orang dewasa. TEMPO/Ahmad Tri Hawaari
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengkritik kinerja Pemerintah DKI Jakarta terkait penanggulangan banjir karena masih saja jatuh korban jiwa. Jika di total se-Jabodetabek, lebih dari 60 orang tewas dalam bencana yang sudah sering berulang tersebut.
Padahal menurut Tubagus, sejumlah regulasi sudah diterbitkan. Namun pemerintah dinilai tak cakap dalam pelaksanaan. Contohnya, Pergub 143 Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Daerah selama lima tahun yakni 2014-2019.
"Tapi apa hasilnya?," kata Tubagus.