TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen, menyatakan keberatan terhadap isi dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Setelah tudingan bertubi-tubi terhadapnya, Kivlan menyebut sebagai anak kelahiran Kota Langsa, Aceh, telah merasakan kejamnya Jakarta.
"Sebagai putra Minang kelahiran Aceh sekarang ini telah memaknai istilah masyarakat yaitu kejamnya ibu tiri ternyata lebih kejam Ibu Kota," kata Kivlan saat membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 14 Januari 2020.
Dia melanjutkan kekejaman itu tampak dari tuduhan yang telah beredar di masyarakat bahwa dirinya dalang atau terlibat sebagai pelaku makar demo 21-22 Mei 2019. Kemudian polisi mengumumkan, dirinya menargetkan rencana pembunuhan terhadap empat pejabat dan satu pimpinan lembaga survei.
Kelima target itu antara lain mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan; Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan; Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere; dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.
"Di usia 73 tahun dalam keadaan sakit, maka saya juga menyatakan keberatan terhadap isi dakwaan a quo dengan menyatakan penuntut umum dalam menguraikan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap," ucap Kivlan.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api ilegal. Dia didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.