TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggapi enteng rencana pengusaha dan pengelola pusat perbelanjaan yang akan mengajukan gugatan dan kompensasi akibat banjir besar yang melanda Jakarta, 1 Januari lalu. Caranya, dengan melihat Rencana Detail Tata Ruang.
“Kami juga harus cek, sudah sesuai belum (dengan RDTR). Kalau perizinan pusat perbelanjaan tak sesuai, kami akan tegakkan sanksi. Soal banjir, kuncinya 'kan di tata ruang,” kata Sekretaris Daerah Syaefullah di Balai Kota, kemarin.
Meski dua pekan telah berlalu pasca banjir besar, dua pusat perbelanjaan masih belum beroperasi, yaitu mal Taman Anggrek di Jakarta Barat dan Mall Cipinang Indah di Jakarta Timur. Keduanya mengalami kerusakan sumber listrik akibat banjir.
Asosiasi pengusaha sempat berniat mengajukan gugatan ganti rugi kepada DKI, saat Tim Advokasi Banjir 2020 dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta memfasilitasi class action warga korban banjir. Mereka menilai pemerintah provinsi telah melakukan kesalahan penerapan kebijakan sehingga terjadi banjir yang membuat pusat perbelanjaan berhenti beroperasi.
Menurut Syaefullah, permintaan para pengusaha agar Pemprov DKI mengeluarkan dana ganti rugi atau memotong pajak tak memiliki dasar hukum. Dia mengatakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tak ada nomenklatur yang bisa menjadi ruang pemberian ganti rugi banjir bagi pelaku usaha. Berdasarkan hal ini, dia melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta tak akan membayar ganti rugi kepada pengusaha.
Meski belum menerima permohonan keringanan pajak dari para pengusaha, Syaefullah menyatakan, masih ada ruang berdiskusi. Dia mengatakan DKI masih harus berkonsultasi dengan sejumlah lembaga negara pengawas keuangan menanggapi permintaan tersebut. "Harus diskusi sana-sini dulu. Kami akan minta pertimbangan," kata dia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, APPSI, Sarman Simanjorang menyatakan potensi kerugian para pengusaha selama lima hari masa banjir Jakarta mencapai Rp 675,2 miliar. Angka ini bahkan menembus Rp 1,04 triliun jika diakumulasikan dengan kerusakan barang dagangan dan alat transportasi pelaku usaha.
Meski demikian, menurut Sarman, APPSI tak akan mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pemerintah DKI. Dia menilai APPSI hanya butuh berkomunikasi dengan Balai Kota tentang solusi terbaik mengatasi banjir serta mendiskusikan sejumlah kebijakan untuk mendukung iklim usaha.
“Jangan justru saling menyalahkan, bahkan terseret nuansa politik. Kami butuh solusi,” kata Sarman.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah juga membantah akan mengajukan gugatan ganti rugi kepada DKI. Senada dengan APPSI, anggota HIPPINDO juga tercatat mengalami kerugian akibat turunnya omzet selama puncak masa liburan pergantian tahun.
Selain turunnya jumlah konsumen, kata dia, kerugian berasal dari rusaknya bahan baku jualan akibat terendam air dan padamnya listrik. “Ada yang turun sampai 50 persen saat puncak banjir,” kata dia.
Menurut Budihardjo, HIPPINDO hanya meminta waktu untuk bertemu dan berkomunikasi dengan Gubernur Anies Baswedan. Dia mengatakan para pengusaha akan mengadukan sejumlah kebijakan DKI yang mereka nilai membebani usaha mereka. “Kami siap berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jakarta,” ujar dia.