TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa penuntut umum yang menangani kasus makar enam aktivis Papua menolak seluruh dalil eksepsi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.
Tak hanya menolak dalil eksepsi, jaksa justru menyampaikan tujuan dari tuntutannya kepada majelis hakim sidang perkara makar tersebut.
"Bagi kami penuntutan perkara ini merupakan bagian dari upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang didirikan oleh Founding Father kita dengan harga yang sangat mahal," ujar jaksa penuntut umum, Permana Tirta Kusuma di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 20 Januari 2020.
Menurut Permana, bentuk kesatuan tidak dapat ditawar lagi dalam konteks penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, kata dia, bentuk terorisme, separatisme dan upaya lain yang merongrong kewibawaan dan keutuhan NKRI harus ditindak sesuai peraturan.
"Meskipun berkedok kebebasan penyampaian pendapat sebagai bentuk hak asasi manusia," kata dia.
Enam terdakwa dalam kasus ini adalah Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni dan Arina Elopere. Mereka ditangkap polisi karena mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019.
Suryanta Cs kemudian didakwa jaksa penuntut umum dengan dua pasal alternatif. Yaitu, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP soal makar dan Pasal 110 ayat 1 KUHP ihwal permufakatan jahat.
Proses persidangan hingga ini, Senin, 20 Januari 2020 masih beragendakan pendapat jaksa atas nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa makar tersbut.