TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Kivlan Zen mengakui pernah memesan senjata kepada Helmi Kurniawan atau Iwan. Namun Kivlan menyatakan pemesanan tersebut batal dilakukan karena senjata yang dibawa Iwan tak sesuai kriteria yang dia pesan.
Dalam sidang pembacaaan eksepsinya, Kival menyatakan memesan senjata untuk memburu babi. "Pemesanan senjata untuk berburu babi tidak terjadi," kata Kivlan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2020.
Kivlan mengutarakan dirinya menolak senjata yang ditunjukkan Iwan karena tak bisa dipakai untuk berburu babi. Senjata itu, menurut dia, hanya cocok berburu tikus. Senjata laras panjang kaliber 22 mm itu juga tak dilengkapi dengan popos dan teleskop.
"Karena di kebun terdakwa (saya) banyak babi, maka pada Februari 2019 terdakwa memesan senjata laras panjang kaliber besar dan harus berizin," ucap Kivlan.
Dengan batalnya pemesanan senjata ini, Kivlan menilai, unsur menyuruh membeli senjata seperti yang tertera dalam dakwaan tidaklah benar. Kivlan berujar, dakwaan jaksa tumpang tindih dan kabur.
"Dan tidak jelas hubungan keterkaitannya antara pemberian uang dan pengadaan senjata," ujar dia.
Dalam sidang kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan terdakwa lainnya, Habil Marati, Kivlan mengaku telah memberikan uang 15 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 151 juta kepada Iwan. Menurut Kivlan, uang yang diserahkan pada Februari 2019 itu adalah miliknya. Uang itu untuk menyelenggarakan demonstrasi soal Supersemar di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 12 Maret 2019.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api ilegal. Dia didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.