TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa penuntut umum disingkat JPU menuntut terdakwa kepemilikan senjata api ilegal, Habil Marati, 2,5 tahun penjara, karena dia dinilai terbukti menyediakan dana untuk Kivlan Zen membeli senjata api ilegal.
"Di fakta sidang yang kami lihat maupun surat dakwaan maupun saksi, ada perbuatan hukum," kata Permana saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2020.
Dari fakta persidangan, Permana menjelaskan, ada suplai dana dari Habil untuk Mayjen (Purn) Kivlan Zen. Kivlan lantas menyerahkan uang itu ke pria bernama Helmi Kurniawan alias Iwan untuk membeli senjata. Kivlan dan Iwan juga terseret perkara yang sama. Iwan adalah orang kenalan Kivlan.
Menurut dia, Habil telah membantu Kivlan membeli senjata tersebut. Hal yang dianggap meringankan adalah Habil kooperatif dan berterus terang. Namun, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu tak mengakui perbuatannya.
Terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal dan peluru tajam Kivlan Zen mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2020. ANTARA/Muhammad Adimaja
"Menurut dia (Habil) itu tidak ada perbuatan hukum. Itu yang memberatkannya," ucap dia.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Habil sebagai penyandang dana untuk pembelian empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam ilegal. Habil disebut memberikan uang dua kali.
Pertama, 15 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 151,5 juta pada 9 Februari 2019. Kedua, uang operasional Rp 50 juta pada Maret 2019. Karena itu, dia didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kivlan Zen telah membantah tuduhan itu.
Menurut Kivlan Zen, duit 15 ribu dollar Singapura adalah uang miliknya. Uang itu diperuntukkan menggelar demonstrasi ihwal Supersemar di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 12 Maret 2019. Sementara Habil ingin membantu mendanai acara tersebut dengan menyediakan uang Rp 90 juta yang diberikan dua kali.