TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara PT Bahana Prima Nusantara, Abu Bakar J. Lamatapo, menganggap pengaduan Partai Solidaritas Indonesia atau PSI ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK soal anggaran revitalisasi Monas bernuansa politis. Sebab, menurut Abu, pelaporan itu tak memiliki dasar hukum dan bukti yang cukup.
"Kami melihat ini terlalu prematur, serta merta, gegabah, dan terlalu politis. Tidak ada dasar hukum untuk membuat pelaporan atau pengaduan," kata Abu saat konferensi pers di Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Januari 2020.
Abu tak mempersoalkan laporan PSI apabila disertai dengan bukti yang kuat. Namun, saat ini, dia menilai belum ada bukti yang memadai untuk ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Alasannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru mengaudit potensi kerugian usai proyek rampung. Abu melanjutkan, langkah hukum baru bisa diambil apabila audit BPK mencatat ketidakpatuhan.
"Tapi sejauh ini masih dalam pekerjaan, belum tuntas, terus kemudian ujug-ujug melakukan pelaporan kepada KPK," ucap Abu.
Karena itu, Bahana Prima selaku kontraktor revitalisasi Monas berencana melayangkan somasi kepada politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI DKI) Justin Adrian Untayana. Langkah itu ditempuh karena PSI diduga telah melakukan pencemaran nama baik atas keberadaan kantor perusahaan.
Abu Bakar menyatakan somasi tersebut terkait cuitan Justin di akun media sosial Twitter pada Rabu, 22 Januari 2020 yang dianggap merugikan perusahaan. Di cuitan Justin itu menyebut ada kejanggalan pada alamat kantor perusahaan Bahana Prima yang ditelusuri berdasarkan Google Maps dan dinilai kurang meyakinkan.
Tim Advokasi PSI Jakarta telah melaporkan pemerintah DKI ke KPK atas dugaan korupsi proyek revitalisasi Monas pada Kamis, 23 Januari 2020. Akan tetapi, komisi antirasuah menolak laporan itu karena berkas yang dilampirkan tidak lengkap. Berkas yang dimaksud adalah dokumen kontrak.