TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melegalisasi Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar diragukan Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, Eneng Malianasari. Ia menyangsikan rencana Pemprov dapat melaksanakan rencana tersebut dengan baik.
"Sampai saat ini kami belum tau konsep penataan PKL yang diusulkan Pemprov seperti apa. Padahal, ini penting supaya kita bisa evaluasi," ucap wanita yang akrab disapa Mili itu dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Januari 2020.
Menurut dia, sejak awal pembahasan revitalisasi trotar, akomodasi PKL untuk berjualan di atasnya tak pernah diutarakan. Revitalisasi tersebut, lanjut Mili, bertujuan untuk mendorong warga jakarta berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Ia meminta agar rencana legalisasi PKL tidak mengambil hak pejalan kaki untuk menikmati trotoar. "Yang jadi tujuan utama dari revitalisasi trotoar, justru dikorbankan,"kata dia.
Mili mengatakan dirinya pesimistis Pemprov DKI dapat melaksanakan penataan PKL dengan baik. Pemerintah, ucap Mili, sempat menjelaskan bahwa PKL hanya diizinkan berjualan di trotoar yang lebarnya 5 meter dan dibatasi pada jam operasional tertentu.
Ia berkaca pada kondisi trotoar yang semrawut manakala ditempati oleh PKL untuk berjualan. Akibatnya, ruang yang seharusnya diperuntukkan pejalan kaki menjadi terbatas. "Pejalan kaki dipaksa berjalan di jalan raya sehingga membahayakan keselamatannya," tutur Mili.
Meski begitu, Mili memastikan dirinya mendukung pengembangan usaha kecil sebagai aktivitas ekonomi rakyat yang harus terus difasilitasi. Tapi, menurut dia, legalisasi PKL bukan cara yang tepat. Rencana tersebut, kata Mili, justri dapat menyulitkan PKL lantaran berbenturan dengan Pasal 274 dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan segera menerbitkan peraturan gubernur sebagai landasan hukum untuk menempatkan PKL di trotoar. Kepala Dinas Bina Marga Hari Nugroho saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa PKL yang boleh berdagang di trotoar pada intinya harus ramah lingkungan. PKL itu tidak kumuh dan merusak jalur pedestrian.
"PKL yang ramah lingkungan, enggak boleh bakar-membakar, barang kali kompornya kompor listrik, enggak ada cuci-mencuci," ujar Hari.
Selain itu, PKL juga tidak bisa sembarangan menjual berbagai jenis makanan atau minuman. Mulai dari masalah pengemasan, cara memesan, hingga jenis dagangannya juga akan diatur.
"Lagi jalan, haus, ada take away, mungkin di situ ada kopi atau teh, tapi yang take away. Kemudian, tidak yang kumuh. Mungkin ada roti, cake atau apa," katanya.
PKL di trotoar hanya akan menjadi pelengkap bagi pejalan kaki atau yang memiliki hak untuk menggunakan trotoar. Dengan demikan, jam buka hingga bentuk kios PKL juga akan diatur agar tidak mengganggu pengguna jalur pedestrian.
"Untuk penetapan PKL itu, harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Bina Marga. Kalau mengganggu ya tidak boleh," ujar dia.