TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya mengungkap 3 jaringan curanmor berbeda dan menangkap total 11 pelaku. Di tiap jaringan, ada pembagian tugas dan uang yang tak merata.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, menyatakan bahwa dalam melakukan aksinya, jaringan ini biasanya terdiri dari dua orang. Satu orang berperan sebagai joki sementara satu lainnya sebagai pemetik.
Joki biasanya berperan mengantar pemetik ke lokasi mereka beraksi. Selain itu, si joki juga bertugas untuk mengawasi kondisi lokasi itu. Sementara pemetik adalah orang yang melakukan pencurian secara langsung.
Soal pembagian uang, menurut Yusri berdasarkan keterangan tersangka, pemetik mendapatkan jatah lebih besar. Alasannya karena pemetik memiliki beban kerja lebih berat.
"Pembagiannya pemetik dapat Rp 700 - 1 juta, yang lainnya cuma Rp 100 - 200 ribu. Karena memang pekerja yang berat ini pemetiknya," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu, 29 Januari 2020.
Adapun lokasi yang menjadi sasaran 3 kelompok ini adalah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Tangerang. Mereka menyasar sepeda motor yang terparkir di pinggir jalan hingga yang disimpan pemiliknya di dalam rumah.
Menurut Yusri komplotan ini pernah beraksi di 55 lokasi berbeda, namun polisi hanya berhasil mengamankan 10 motor yang belum sempat dijual.
Yusri menerangkan, sepeda motor hasil curian biasanya dibeli oleh penadah dengan harga Rp 800 - 1,3 juta. Penadah selanjutnya akan menjual kembali motor tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Para penadah ini menampung motor hasil curiannya di kawasan Karawang dan Lampung. Selain itu, jaringan curanmor Lampung juga menjual hasil curian mereka di media sosial Facebook.