Di dalamnya, ada delapan lembar cek berisi biaya denda yang harus dibayarkan bernilai ratusan juta atau jika ditotal sekitar Rp 1,5 miliar. "Sekitar tahun 2018, kita mengkaji ulang pembayaran denda tersebut," kata dia.
Menurut Artanta, biasanya denda dibayarkan langsung melalui potongan pembayaran dari Transjakarta bukan seperti yang diminta oleh Donny. Mekanisme itu sesuai dengan yang tertulis dalam kontrak antara Transjakarta dan Lorena. "Denda biasanya timbul karena bus operator tidak jalan atau rusak," ujar Artanta.
Artanta berujar, kliennya lantas mengecek pembayaran denda yang diminta oleh Donny itu ke Bank Mandiri. Data dari bank menunjukkan bahwa, 7 cek dicairkan oleh orang bernama Agus Basuki dan 1 sisanya oleh Sunani. Menurut dia, Soerbakti lantas menyurati Transjakarta untuk meminta konfirmasi serta menanyakan status dua orang yang mencairkan cek pembayaran denda.
"Surat tersebut dijawab oleh Transjakarta secara tertulis yang ditandatangani oleh direktur utamanya waktu itu Pak Budi Kaliwono," ujar Artanta.
Melalui surat balasan itu, Transjakarta mengaku tidak pernah meminta atau menerima adanya pembayaran denda dari Lorena seperti yang dibuat oleh Donny Saragih. Namun Transjakarta mengakui bahwa Agus Basuki memang tercatat sebagai karyawannya sejak 2015 hingga surat tersebut diterima Lorena Transport.
"Sementara yang Sunani, mereka tidak tahu," kata dia.
Soerbakti lantas melaporkan masalah penipuan yang dilakukan Donny Saragih ini ke Polda Metro Jaya pada September 2018. Laporannya terdaftar dengan nomor LP/5008/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum. Para terlapor diduga melanggar Pasal 372 dan 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus penipuan dan penggelapan Rp 15 miliar mencatut Transjakarta itu hingga saat ini masih dalam tahap penyelidikan karena Donny tak pernah datang saat dipanggil Polda Metro Jaya.
GANGSAR PARIKESIT