TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan dua orang berinisial N dan P dalam kasus King of the King. Mereka disangkakan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang berita bohong.
"Hasil gelar perkara dianggap bahwa sudah memenuhi unsur tentang berita bohong, sehingga dinaikkan ke proses sidik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 30 Januari 2020.
Yusri menerangkan kedua tersangka tersebut merupakan Ketua Indonesia Mercusuar Dunia atau IMD wilayah Banten dan Ketua IMD wilayah Tangerang. Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi memeriksa mereka dan melakukan gelar perkara siang ini.
"Pelapor udah diperiksa, saksi ada 4, saksi ahli pidana dan saksi bahasa. Pasalnya tentang berita bohong, ya," kata Yusri.
Mencuatnya nama King of the King setelah sebuah baliho besar terpampang di jalan utama Kota Tangerang. Baliho itu muncul saat masyarakat Indonesia tengah dikejutkan munculnya kerajaan Keraton Agung Sejagat di Purworejo dan Sunda Empire di Bandung.
Dalam baliho tersebut tertulis amanah membuka aset untuk membayar utang pemerintah Indonesia. King of the King mengklaim memiliki dana Rp 60 ribu triliun yang tersimpan di Bank Swiss. Dana itu diklaim bisa melunasi utang pemerintah Indonesia.
Dalam wawancara kepada media, Ketua Umum King of the King Juanda mengklaim bahwa organisasinya menduduki dua lembaga keuangan tertinggi di dunia. Pertama yaitu Union Bank Switzerland atau UBS dan IMD.
Aset itu disebut merupakan peninggalan Presiden Sukarno. Maka dalam baliho itu gambar Presiden Sukarno juga bersanding dengan King of the King Donny Pedro
Dalam baliho itu juga tertera nama-nama dan peran masing-masing anggota King of The King, tercantum pula foto profil mereka. Berdasarkan hasil penyelidikan, Kapolres Metro Tangerang Komisaris Sugeng Haryanto mengatakan sejauh ini King of the King bukan kerajaan.