TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Simamora mengatakan pihaknya masih merumuskan teknis gugatan yang mungkin dibuat berdasarkan aduan sejumlah masyarakat karena banjir pada awal 2020. LBH telah membuka posko aduan banjir sejak awal Januari lalu.
"Kami masih merumuskan langkah hukumnya. Soalnya kami menerima aduan dari tiga wilayah," ujar Nelson kepada Tempo, Senin, 3 Februari 2020.
Nelson mengatakan, aduan itu berasal dari warga DKI Jakarta, Banten, dan Bekasi, Jawa Barat. Menurut dia, teknis merumuskan gugatan cukup sulit karena wilayah sebaran banjir terbelah.
LBH disebut sedang menjajaki kemungkinan menggabungkan aduan tiga daerah itu menjadi satu gugatan untuk meminta ganti rugi.
"Atau kita gugat masing-masing di tiga daerah itu, tapi akan makan waktu dan tenaga yang besar," ujar Nelson.
Nelson mengatakan, LBH Jakarta menerima sekitar 20 aduan, baik yang datang ke kantor mereka secara langsung maupun melalui online. Dari jumlah itu, warga yang diwakilkan berjumlah sekitar 3 ribu orang.
"Misalnya, ada satu orang yang membawa aduan mewakili penghuni satu kompleksnya," kata dia.
Selain merumuskan teknis, Nelson mengatakan bahwa LBH juga sedang mengalkulasikan konsekuensi hukum dari gugatan. Apalagi, kata dia, LBH pernah dua kali kalah dalam gugatan banjir yakni pada 2002 dan 2007. "Jangan sampai kalah lagi," kata Nelson.
Sementara itu, aduan yang dihimpun oleh Tim Advokasi Banjir Jakarta 2020 telah berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam perkara ini, warga yang diwakili tim tersebut hanya Ibu Kota saja. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 43 miliar ke Pemerintah DKI.