Ketiga, Lutfi tidak didampingi penasihat hukum saat diperiksa di Polres Jakarta Barat. Sehingga, menurut Lokataru, saat pemeriksaan terdapat tekanan berupa penyiksaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Lutfi.
Keempat, secara tiba-tiba terdapat penasihat hukum tanpa adanya penunjukan dari Lutfi dan langsung menandatangani BAP tanpa seizin tersangka. Padahal, lanjut Haris, sejak awal Lutfi tidak mengakui isi BAP karena dibuat dalam keadaan tertekan. Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 55 KUHAP yang menyebutkan bahwa tersangka atau terdakwa berhak memilih penasihat hukumnya.
Kelima, jaksa penuntut umum menghadirkan saksi yang tidak relevan. Terlihat dari keterangan Hendar Klana, Dani Dwi Susanto, dan Dimas S. dari Polres Jakarta Pusat. Selain itu saksi juga mengakui bahwa mereka tidak mengetahui atas kepentingan apa bersaksi. Saksi disebut Haris Azhar juga mengakui hanya melengkapi bukti supaya terdakwa dapat dibawa ke pengadilan.
Advokat dari Lembaga advokasi hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, saat melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Timika, Papua, Relly D. Behuku ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus gratifikasi, 12 Februari 2018. Dewi Nurita/Tempo
"Hal ini menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa adalah pemidanaan yang dipaksakan untuk menutupi kegagalan aparat membuktikan bahwa terdakwa adalah massa aksi demonstrasi yang anarkistis melawan aparat keamanan," kata Haris Azhar.
Keenam, penasihat hukum tidak menghadirkan alat bukti baik saksi atau barang bukti untuk membela kepentingan hak terdakwa. Penasihat hukum tidak membuktikan bahwa terdakwa benar-benar mendapat penyiksaan saat proses penyidikan.
"Pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum tidak dipersiapkan secara serius untuk membela terdakwa, karena pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum tidak berkaitan dengan unsur perbuatan pidana yang dituduhkan," ujar Haris Azhar.
Terakhir, hakim dalam putusannya dianggap Lokataru tidak mempertimbangkan penyiksaan yang dialami Lutfi. Hakim tidak berusaha untuk memahami dan mempertimbangkan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa adalah pemidanaan yang dipaksakan.
Di akhir sidang majelis hakim memvonis Lutfi Alfiandi bersalah. Hakim ketua, Bintang Al, menyebut Lutfi terbukti melanggar Pasal 218 KUHP karena berada di lokasi unjuk rasa pada 30 September 2019 dan tidak pergi setelah diperingatkan tiga kali oleh kepolisian.
M YUSUF MANURUNG