TEMPO.CO, Bogor -Kawin kontrak yang dijadikan kedok prostitusi kembali terjadi di beberapa wilayah di Puncak, Bogor.
Namun modus kawin kontrak kali ini memakai sosial media Wechat dan Mechat.
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengatakan apapun cara dan modusnya itu tetap disebut Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO. Sebelumnya Ai mengatakan sudah memanggil pihak sosial media tersebut, namun mereka mangkir dari panggilan.
"Mereka harus bertanggung jawab untuk ini. Tidak hanya ditutup atau diblokir karena itu hanya teknis," kata Ai melalui sambungan telepon, Sabtu15 Februari 2020.
Bupati Bogor Ade Yasin ditemani anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah saat jumpa pers pengungkapan praktik prostitusi kawin kontrak di Puncak di Mapolres Bogor, Senin malam 23 Desember 2019. TEMPO/M.A MURTADHO
Ai mengatakan langkah preventif yang dilakukan KPAI selain memanggil kedua penyedia sosial media tadi, dia mengklaim sudah melakukan koordinasi dan dengar pendapat dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Bogor.
Ai menyebut saat itu salah satu staf Bupati Bogor menyebutkan perihal praktik haram tersebut memang terjadi di Bogor, namun mereka tidak memiliki data lengkap dan pasti siapa dan dimana pelakunya berada dan melakukan aksinya.
"Nah ini harus menjadi perhatian serius, utamanya pihak Kepolisian. Kami mengapresiasi tindakan tim Cyber mereka dan perlu ditingkatkan," kata Ai.
Informasi yang dia peroleh dari praktik kawin kontrak, tidak hanya melibatkan wanita dewasa.
Beberapa anak di bawah usia pun, terlibat atau dijadikan korban oleh para pelaku atau muncikari penjaja seks di beberapa wilayah di Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor. Sehingga dia meminta pemerintah, khususnya aparat setempat kembali melakukan pengawasan dan pengembangan dalam membongkar kasus ini. "Kita patut waspada, jangan sampai TPPO ini terus berkembang dengan berbagai kedok," ucap Ai.
Dalam menyikapi terbongkarnya kasus TPPO melalui sosial media, Ai mengatakan sudah sejak lama berkoordinasi dan meminta Kementerian Informasi dan Teknologi memantau dan menindak aplikasi-aplikasi sosial media yang menyalahi aturan.
Dia berharap dengan koordinasi itu, dapat membantu menyelematkan anak atau generasi bangsa dari bahaya seperti halnya kawin kontrak ini. "Pengawasan orang tua juga harus lebih ditingkatkan, karena orang tua yang paling dekat dengan anak-anaknya," demikian Ai.